Revisi Permendag, APLE Usul Pemerintah Lebih Baik Naikkan Pajak Barang Impor



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Pengusaha Logistik e-commerce (APLE) menolak rencana Kementerian Perdagangan (Kemendag) yang berencana melarang importir menjual barang dengan harga di bawah US$ 100 atau sekitar Rp 1,5 juta lewat platform e-commerce.  

Ketua Umum APLE, Sonny Harsono mengatakan, pemerintah sebaiknya menaikkan tarif bea masuk dari 7% menjadi 10% apabila ada barang impor yang dijual lewat e-commece dinilai terlalu murah. 

"Proteksi dengan cara pelarangan seperti rencana tersebut dapat dikategorikan melanggar prinsip-prinsip perdagangan internasional sesuai kesepakatan bersama berdasarkan perjanjian World Trade Organization (WTO) sebagai organisasi perdagangan dunia," kata dia dalam keterangan resminya dikutip Sabtu (5/8).


Seperti diketahui, Kemendag saat ini sedang menggodok rencan revisi terhadap  Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 50 Tahun 2020 tentang ketentuan perizinan usaha, periklanan, pembinaan, dan pengawasan pelaku usaha Dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE).

Baca Juga: Tahun Ini, Bisnis E-Commerce di Indonesia Diproyeksikan Berkembang Pesat

Ada tiga poin direncanakan akan dikedepankan dalam penyempurnaan aturan tersebut. Pertama, akan diatur agar platform e-commerce yang tidak boleh menjual barang bernilai di bawah US$ 100 secara lintas negara atau cross-border secara langsung.

Kedua, platform belanja online akan diatur agar tidak boleh menjadi produsen. Ketiga, pengenaan pajak yang sama antara barang impor dan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM),

APLE meminta agar poin pertama tersebut dibatalkan. Menurut Sonny, Indonesia akan menghadapi kesulitan dalam kancah perdagangan internasional jika dinyatakan melanggar prinsip-prinsip perdagangan internasional sesuai kesepakatan bersama berdasarkan perjanjian WTO.

Sonny menambahkan, cross-border trading oleh merchant luar negeri merupakan bentuk perdagangan masa depan dan telah berlaku universal dengan asas resiprokal atau timbal balik sesama negara.

Ia bilang UMKM Indonesia saat ini telah menikmati dan sangat diuntungkan sebagai merchant ekspor secara cross-border ke enam negara ASEAN. Oleh karena itu, kata dia, apabila terjadi pelarangan impor ke Indonesia maka keberlangsungan bisnis puluhan juta UMKM dengan pasar ekspor pun akan terancam. “Sebab, ada asas resiprokal yang diterapkan oleh negara-negara lain,” ujar Sonny. 

Sedangkan terkait poin ketiga dalam hal pemasukan negara, Sonny menyebut sebenarnya telah digunakan sistem delivery duty paid (DDP) dengan menerapkan e-catalog, untuk memastikan pemenuhan pembayaran bea masuk dan pajak impor barang e-commerce. Sistem ini pun diakui sebagai yang terbaik di Kawasan ASEAN.

APLE melihat apabila keran jalur resmi impor e-commerce cross-border ditutup maka barang tersebut pasti akan diimpor secara ilegal. Oleh karena itu, asosiasi ini meminta agar pemerintah mempertimbangkan hal tersebut sebelum merevisi kebijakan impor tersebut.

Dampak lanjutannya, kata Sonny, barang ekspor lintas negara yang dilakukan UMKM juga bisa ikut terganggu. Pasalnya, yang banyak membantu memasarkan barang-barang ekspor cross-border selama ini adalah para platform cross-border impor juga.

APLE melihat bahwa permasalahan pokok UMKM saat ini sebenarnya adalah bagaimana meningkatkan competitive advantage agar produk-produk UMKM dalam negeri bisa bersaing. “Namun kami menyayangkan solusi dari pemerintah berupa pelarangan yang tidak diterapkan secara menyeluruh, melainkan hanya kepada e-commerce cross-border,” pungkas Sonny.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dina Hutauruk