Revisi Perpres 191/2014 Berpotensi Menekan Konsumsi Pertalite



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Lonjakan konsumsi Pertalite dan Solar subsidi berpotensi diredam lewat hadirnya revisi Perpres 191/2014 yang bakal mengatur pembatasan pembelian BBM subsidi.

Direktur Utama PT Pertamina Nicke Widyawati mengungkapkan skema pembatasan dan pengetatan pembelian untuk Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP) Pertalite dan Jenis BBM Tertentu (JBT) Solar bisa menurunkan potensi over kuota di tahun ini.

"Kalau itu kemudian diterapkan dengan pembatasan, asumsi (jika) kita lakukan per 1 Agustus kalau regulasi sudah keluar maka ini bisa menurunkan (konsumsi)," terang Nicke dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi VI DPR RI, Rabu (6/7).


Baca Juga: Dirut Pertamina: Harga Keekonomian BBM dan LPG Meningkat Tajam

Nicke memaparkan, kuota Pertalite tahun ini ditetapkan sebesar 23,05 juta kiloliter (kl). Jika tren peningkatan konsumsi terus terjadi maka prognosa atau perkiraan konsumsi di akhir tahun ini bakal mencapai 28,50 juta kl. 

Sementara itu, jika revisi Perpres dapat segera diimplementasikan maka potensi konsumsi akhir tahun akan berada di kisaran 26,71 juta kl. Artinya potensi over kuota masih terjadi namun dapat ditekan.

Adapun, untuk solar subsidi yang kuotanya ditetapkan sebesar 14,91 juta kl juga berpotensi mengalami over kuota mencapai 17,21 juta kl pada akhir tahun. Kehadiran revisi Perpres nantinya berpotensi menekan konsumsi solar subsidi di level 16,36 juta kl.

Merujuk paparan Pertamina, jika over kuota masih tetap terjadi maka ada potensi kerugian yang harus ditanggung oleh Pertamina. 

Baca Juga: Daftar Terbaru Kendaraan yang Diperbolehkan Minum Pertalite

Untuk Pertalite misalnya, jika over kuota masih terjadi sekalipun revisi perpres diberlakukan maka over kuotanya mencapai 3,67 juta kl. Jumlah ini setara dengan potensi kerugian atas kompensasi yang tidak diganti mencapai Rp 20,65 triliun.

Sementara itu, untuk solar subsidi dengan potensi over kuota mencapai 10% atau setara 1,44 juta kl maka potensi kerugian mencapai Rp 19,25 triliun. Jumlah ini terdiri dari kerugian subsidi sebesar Rp 0,72 triliun dan kerugian kompensasi sebesar Rp 18,53 triliun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .