Revisi PP 109/2021 disebut semakin memberatkan petani



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) tengah menggodok revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109/2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan mengundang reaksi. Pasalnya, revisi ini dinilai tidak tepat apabila dilakukan pada situasi pandemi karena akan semakin memperburuk kondisi petani tembakau.

Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (Lakpesdam PBNU) menyayangkan rencana tersebut.

“Harusnya pemerintah memberikan angin segar kok malah mau membunuh petani tembakau, mayoritas petani tembakau merupakan warga Nahdliyin. Mereka akan sangat terdampak,” ungkap Abdullah peneliti Lakpesdam PBNU dalam keterangannya beberapa waktu lalu.


Baca Juga: Gappri tolak rencana revisi aturan pengamanan zat adiktif produk tembakau

Disampaikan Abdullah, petani merupakan kelompok paling rentan yang harus dilindungi di industri hasil tembakau terutama di masa Covid-19. Ia mengatakan petani harus dipikirkan ketimbang merevisi PP 109 yang tidak ada relevansinya sama sekali.

 “Petani tembakau sebelumnya saja sudah menjerit. Kalau direvisi peluang mereka semakin sempit ya semakin nyungsep,” kata Abdullah. Abdullah menegaskan kebijakan yang diambil ke depan harus berpihak pada petani.

Sebelumnya sejumlah asosiasi di IHT seperti RTMM, GAPPRI dan Gaprindo juga menyatakan penolakannya terhadap revisi PP 109 yang dianggap akan mematikan industri tembakau yang selama ini telah memberikan kontribusi besar terhadap perekonomian Indonesia.

Baca Juga: Pemerintah tak lanjutkan revisi PP pengamanan zat adiktif produk tembakau

Diketahui, IHT telah menciptakan multiplier effect dan memberikan kontribusi besar terhadap ekonomi nasional. Serapan tenaga kerja di industri ini sebesar 6,4% terhadap seluruh pekerja industri manufaktur.

Sektor ini memberi dampak yang signifikan bagi ekonomi dengan rantai pasok hulu-hilirnya yang berada di Indonesia. Saat ini, IHT menghadapi tantangan yang berat, termasuk tekanan regulasi dan upaya pulih dari dampak pandemi Covid-19.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto