Revisi PP 79 belum puaskan investor hulu migas



JAKARTA. Pemerintah telah melakukan revisi Peraturan Pemerintah Nomor 79 tentang Biaya Operasi yang Dapat Dikembalikan dan Perlakuan Perpajakan Bagi Industri Hulu Migas. Namun revisi beleid tersebut masih dianggap kurang cukup atraktif untuk menarik investor di sektor hulu migas. Executive Director Indonesian Petroleum Association (IPA), Marjolijn Wajong mengatakan pemerintah dan IPA masih belum bersepakat terkait beberapa poin dalam revisi PP 79 tersebut. "Yang pemerintah tawarkan itu tidak membuat menarik untuk iklim investasi, karenanya kami akan bicara lagi, jadi kami masih akan bertemu lagi," kata Marjolijn pada Jumat (30/9). Menurut Marjolijn, saat ini iklim investasi di Indonesi masih kurang menarik jika dibandingkan negara lain. Maka seharusnya perubahan PP 79 bisa menjadi faktor untuk meningkatkan investasi di sektor hulu migas. "Tetapi perubahan yang mereka (pemerintah) mau itulah yang tidak menarik. Ada beberapa perubahan yang justru mundur bukan maju, ada yang maju tetapi jadi maju satu langkah mundur dua langkah," katanya. Marjolijn mencontohkan salah satunya adalah penerapan prinsip assume and discharge. Bagi kontraktor migas yang memiliki kontrak sebelum PP 79 berlaku tahun 2001 maka dianggap bukan suatu insentif karena sebelum adanya PP 79, kontraktor pun tidak dikenakan pajak seperti pajak pertambahan nilai, pungutan ekspor dan impor terhadap barang-barang, peralatan dan barang-barang persediaan yang dibawa ke Indonesia oleh kontraktor.

Selain itu, Marjolijn juga menyebut tidak seluruh pajak dihapuskan karena masih ada pajak daerah dan retribusi daerah yang masih diterapkan. Untuk itu, IPA meminta pemerintah mempertimbangkan untuk memberikan insentif yang membuat investor tertarik berinvestasi di Indonesia terutama dengan mempertimbangkan tingkat keekonomian dan ketaatan pada kontrak.

"Prinsip assume and discharge ya itu salah satunya. Kan keekonomian itu ditentukan oleh banyak hal dan ketaatan pada kontrak kalau kita tandatangan itu harus kita ikuti," kata Marjolijn. Sementara itu, Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Teguh Pamudji membenarkan masih adanya poin-poin dalam PP 79 yang masih perlu dibahas kembali. "Jadi kami sepakat hari Rabu akan bicara lagi tentang peralihan (kontrak). Mereka katakan ada kontrak-kontrak existing sekarang yang sudah tandatangani 2001 setelah UU Migas sampai dengan sebelum PP 79 itu masih menganut konsep assumed discharged. Nah itu yang perlu mereka minta penjelasan, masih menganut konsep itu tidak," jelas Teguh. Teguh menyebut, saat ini permasalahannya memang hanya pada pemberlakuan revisi PP 79 untuk kontrak baru atau kontrak setelah 2001 terutama terkait prinsip assume and discharge.


"Pemberlakuan revisi PP 79 untuk kontrak ke depan dengan asumsi kontrak-kontrak yang akan ditandatangani setelah 2001 tetap menganut konsep assumed and discharged, dengan beberapa perubahan sedikit," ujar Teguh. Dalam revisi PP 79, pemerintah memang memberikan insentif dengan meniadakan pajak pada masa eksplorasi dengan target bisa meningkatkan investmenst return rate (IRR) sekitr 15%. Selain itu, pemerintah juga memberikan insentif non fiskal berupa kontrak sliding scale di mana Pemerintah mendapatkan hasil lebih apabila terdapat windfall profit, investment credit, depresiasi dipercepat, DMO Holiday, block basis dan PoD basis.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie