Revisi PP Transaksi Elektronik bisa rugikan negara Rp 85 triliun



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah harus meninjau kembali revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik. Kajian Ombudsman menemukan potensi kerugian Rp 85,2 triliun bagi keuangan negara jika revisi beleid itu berlaku.

Kerugian itu berdasarkan perhitungan Mastel Indonesia terkait penempatan data center di luar negeri. Pasalnya, revisi PP No. 82/2012 memperbolehkan penempatan pusat data di luar negeri.

Ombudsman sudah menyampaikan temuan mereka ke pemerintah dalam pertemuan yang khusus membahas revisi PP 82/2012, Jumat (1/2). "Ini repot karena cenderung orang menaruh datanya di luar negeri karena data center efisien di luar negeri. Maka itu, setelah dibicarakan tadi, sebetulnya pemerintah ingin membuka agar data center bisa masuk ke dalam negeri," ungkap Komisioner Ombudsman Alamsyah Saragih usai pertemuan tersebut.


Biar pusat data bisa masuk ke dalam negeri, Ombudsman mengimbau pemerintah untuk segera menentukan klasifikasi dari data tersebut. Saat ini, ada tiga klasifikasi yang terdapat di PP No. 82/2012 yakni data strategis, data tinggi, dan data rendah. Ombudsman meyakini, tanpa klasifikasi yang jelas, investor yang ingin membangun ekosistem data center bakal kesulitan.

Direktur Jenderal Aplikasi dan Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Semuel Abrijani mengatakan, saat ini Indonesia perlu memiliki aturan main baru yang mengatur transaksi elektronik. "Perilaku masyarakat hampir semuanya melakukan transaksi elektronik, tapi sekarang, kan, belum ada aturannya. Padahal, ini penting sekali," tegasnya.

Menurut Semuel, proses revisi PP No. 82/1012 hampir rampung. "Sedang disusun kembali karena Kementerian Sekretariat Negara mengembalikan draf RPP ini pada 21 Januari lalu," imbuhnya.

Kominfo juga masih menampung masukan dari berbagai pihak. Salah satunya, mengenai kategori perusahaan yang wajib mendaftarkan sistem elektronik. Yakni, perusahaan itu harus memiliki layanan yang bersifat ekonomis, baik kepada perusahaan aplikasi ataupun portal.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi