KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah dan DPR telah menyepakati revisi UU nomor 39 tahun 2009 tentang Kementerian Negara. Hal itu telah dilakukan pada rapat pengambilan keputusan tingkat pertama di Badan Legislasi DPR pada Senin (9/9). Beberapa poin revisi UU tersebut antara lain penambahan Pasal 6A mengenai pembentukan Kementerian tersendiri, Pasal 9A mengenai pengaturan bahwa presiden dapat mengubah unsur organisasi sesuai kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan. Serta Pasal 15 yang menyebut bahwa jumlah kementerian tidak dibatasi maksimal 34 kementerian, tetapi sesuai kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan. Menanggapi hal tersebut, Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus menilai, revisi UU Kementerian Negara yang dilakukan secara kilat ini memang sengaja untuk mempermudah presiden mendatang.
Baca Juga: Anggaran Kementerian/Lembaga di 2025 Melonjak Jadi Rp 1.160,08 Triliun Presiden jadi tidak perlu tersandera oleh batasan UU Kementerian lama yang hanya boleh membentuk kementerian hingga maksimal 34 kementerian saja. Menurut Lucius, perubahan terbaru ini jelas selaras dengan keinginan presiden terpilih yang mau mengakomodasi semua partai. Presiden terpilih juga kerap mengatakan tak ingin ada oposisi. Itu artinya jabatan kementerian menjadi alat transaksi politik pada waktunya nanti. Partai politik atau siapapun yang oleh presiden dianggap mengganggu, selalu mungkin ditawari posisi menteri. Formappi memprediksi jumlah kementerian pada pemerintahan berikutnya bisa sangat banyak karena setiap kali presiden membutuhkan untuk tujuan politiknya, Ia bisa membuat kementerian baru sekedar untuk mengakomodasi kelompok yang ingin diajaknya mendukung pemerintahan. “Jadi potensi kabinet menjadi tidak efektif dan efisien menjadi ancaman serius dari UU Kementerian baru ini. Kementerian yang tidak efektif dan efisien hanya akan membebani anggaran negara. Rakyat tetap saja akan menjadi korban,” ujar Lucius kepada Kontan, Selasa (10/9).
Baca Juga: 10 Kementerian dengan Anggaran Jumbo di 2025, Ada Badan Gizi Nasional Dihubungi secara terpisah, Sekretaris Jenderal Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Anggawira mengaku tak masalah dengan potensi bertambahnya Kementerian/Lembaga di pemerintahan berikutnya. Namun, Ia meminta sosok yang akan mengisi pos Kementerian/Lembaga baru merupakan sosok yang mumpuni dan punya kompetensi memadai. Selain itu, sosok tersebut juga harus mampu menyelesaikan permasalahan dan tantangan yang akan dihadapi. Anggawira mencontohkan, badan gizi harus mempunyai ukuran kinerja mengenai realisasi penurunan
stunting, atau kementerian perumahan harus punya ukuran realisasi penurunan
backlog perumahan. “Harus ada indikator kinerja yang jelas secara kuantitatif,” ujar Anggawira. Sekretaris Jenderal Partai Gerindra Ahmad Muzani mengatakan, Prabowo Subianto ingin membentuk kabinet yang diisi oleh orang yang ahli dan kompeten di bidangnya, meskipun berasal atau diusulkan dari partai politik.
Muzani membantah spekulasi bahwa Partai Gerindra akan mendominasi kursi kabinet. Ia menekankan bahwa pembentukan kabinet lebih didasarkan pada kompetensi dan kemampuan individu, bukan afiliasi partai. “Saya kira tidak akan ada dominasi lebih banyak dari Gerindra dalam kabinet,” kata Muzani. Menurutnya, dengan pendekatan zaken kabinet, Prabowo-Gibran berusaha menempatkan orang-orang yang tepat pada posisi yang tepat demi mencapai kinerja pemerintahan yang optimal. Hal ini diharapkan dapat membawa perubahan positif dan memenuhi harapan masyarakat akan pemerintahan yang efektif dan profesional. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi