Revisi UU Migas tunggu amanat Presiden Jokowi



JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sudah merampungkan draf final revisi Undang-Undang (RUU) Minyak dan Gas Bumi (Migas) Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Saat ini Kementerian ESDM masih menunggu amanat presiden agar segera bisa dibahas di DPR.

Menteri ESDM Sudirman Said bilang, instansinya memang pernah menargetkan bahwa revisi UU Migas akan selesai tahun ini. "Tapi kan bahas Undang-Undang bukan hanya urusan pemerintah, keinginan kami tahun ini selesai. Kita lihat aja nanti, kalau dua minggu ini selesai, akan berangkat DPR," ujarnya kepada KONTAN, Selasa (16/6).

Direktur Jenderal (Dirjen) Migas Kementerian ESDM, I Gusti Nyoman Wiratmadja Puja menambahkan, saat ini, draf revisi UU Migas masih berada di Kementerian Hukum dan HAM. Langkah tersebut guna mengubah status draf yang tadinya inisiatif DPR menjadi inisiatif pemerintah.


Dalam draf revisi UU Migas yang sudah final itu, salah satu yang dibahas adalah dua opsi status Satuan Kerja Khusus Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas).

Pertama, SKK Migas akan dipersiapkan menjadi menjadi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Khusus. Opsi kedua, SKK Migas bakal dilebur dengan PT Pertamina. Wiratmadja mencontohkan, untuk opsi pertama, peran BUMN Khusus Hulu Migas ini nantinya bisa seperti BUMN Migas milik Jepang, yakni Inpex Corporation.

Saat ini Inpex Corp memiliki saham di beberapa blok migas seperti di Blok Masela. Kalau menjadi BUMN Khusus Hulu Migas akan punya saham hampir semua blok migas yang bagus seperti Inpex. Makanya Jepang kuat sekali," ujar dia.

Kepala Pusat Komunikasi Kementerian ESDM Dadan Kusdiana menambahkan, selain membahas status SKK Migas, revisi UU Migas ini juga akan membentuk Badan Penyangga atau agregator gas. Dalam lembaga ini, "Nanti swasta juga bisa jadi agregator gas," kata dia.

Perkuat hilir

Selanjutnya, pemerintah juga akan membentuk BUMN Khusus Hilir. Secara prinsip BUMN Khusus Hilir mengubah penempatan Badan Usaha yang lebih kuat dibidang hilir migas. Nantinya, ada opsi yakni menjadikan BPH Migas sebagai BUMN Khusus menangani bisnis hilir minyak dan gas. "Selama ini kan digabung satu ke Pertamina menangani hulu dan hilir migas," ucapnya.

Bahasan lain di Revisi UU Migas adalah soal kontrak bagi hasil alias Production Sharing Contract (PSC) yang selama ini berjalan, nantinya akan diganti menjadi pajak dan royalti. Intinya pemerintah ingin agar UU tersebut nantinya bisa menarik investasi kontraktor migas. "Prinsipnya revisi UU Migas ini memperbaiki," tandasnya.

Dari beberapa hal yang ada di revisi UU Migas, Board of Director of Indonesian Petroleum Association (IPA) Sammy Hamzah paling menyoroti soal keberadaan BUMN Khusus Hulu Migas. Alasannya, peran pemerintah sebagai regulator nantinya akan terpangkas dengan hadirnya BUMN Khusus Hulu Migas tersebut.

Ibaratnya, sama saja menyerahkan kewenangan pemerintah ke sebuah perusahaan. "Ini akan menjadi masalah, masa hak untuk pengelolaan migas akan ada di tangan sebuah perusahaan," tegasnya kepada KONTAN, Selasa (16/6).

Sammy berharap, rencana pemberian kewenangan besar kepada BUMN Khusus Hulu Migas itu segera ditinjau ulang. Jika tidak, Sammy khawatir tak ada investor migas yang mau berinvestasi di sektor hulu migas.

Pasalnya, ia mendapatkan informasi bahwa BUMN Khusus Hulu Migas akan mempersempit kerjasama antara Kontraktor Migas dengan swasta, karena semua kontrak akan diserahkan ke BUMN khusus. "Kami ingin kejelasan aturan, kalau begini kami khawatir adanya UU Migas yang baru," ujar dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Hendra Gunawan