JAKARTA. Kementerian Pertanian (Kemtan) meminta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) segera membahas revisi Undang Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan. Revisi beleid yang merupakan inisiatif DPR ini penting menyusul perkembangan di lapangan dan kekosongan hukum, setelah Mahkamah Konstitusi (MK) mencabut pasal 21 dan pasal 47 UU Perkebunan. Mukti Sardjono, Sekretaris Direktorat Jenderal Perkebunan Kemtan mengatakan, keluarnya putusan MK tersebut menunjukkan masih ada bolong-bolong di beleid perkebunan yang harus diperjelas. "Itu sebabnya revisi UU Perkebunan sudah mendesak," ujarnya kemarin. Asal tahu saja, 19 September lalu, MK mengeluarkan putusan dengan perkara Nomor 55/PUU-VIII/2010 yang intinya mencabut pasal di UU Perkebunan itu. MK menilai, pasal itu memicu konflik pertanahan antara rakyat dengan perusahaan perkebunan dan berpotensi mempidanakan petani.
Revisi UU Perkebunan sudah mendesak
JAKARTA. Kementerian Pertanian (Kemtan) meminta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) segera membahas revisi Undang Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan. Revisi beleid yang merupakan inisiatif DPR ini penting menyusul perkembangan di lapangan dan kekosongan hukum, setelah Mahkamah Konstitusi (MK) mencabut pasal 21 dan pasal 47 UU Perkebunan. Mukti Sardjono, Sekretaris Direktorat Jenderal Perkebunan Kemtan mengatakan, keluarnya putusan MK tersebut menunjukkan masih ada bolong-bolong di beleid perkebunan yang harus diperjelas. "Itu sebabnya revisi UU Perkebunan sudah mendesak," ujarnya kemarin. Asal tahu saja, 19 September lalu, MK mengeluarkan putusan dengan perkara Nomor 55/PUU-VIII/2010 yang intinya mencabut pasal di UU Perkebunan itu. MK menilai, pasal itu memicu konflik pertanahan antara rakyat dengan perusahaan perkebunan dan berpotensi mempidanakan petani.