Revisi UU Piutang Negara terganjal isu lain di DPR



JAKARTA. Kementrian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menilai proses revisi Undang-Undang nomor 49 tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) masih terhambat berbagai isu lain di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Hal tersebut mengakibatkan proses revisi UU tersebut menjadi lamban.

Menteri BUMN Mustafa Abubakar pesimis revisi UU tersebut akan selesai tahun 2011. Namun, dia memaklumi revisi UU tersebut belum dibahas karena banyaknya prioritas DPR. Menurutnya, revisi UU tersebut belum menjadi fokus DPR dalam prioritas Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2011. Pertengahan Desember 2010 lalu, DPR menetapkan 71 Rancangan Undang-Undang (RUU) yang menjadi prioritas dalam Prolegnas.

"Mungkin giliran, karena pekerjaan rumah DPR yang masuk di prolegnas luar biasa banyak, yang terlaksana baru sebagian," tuturnya.Sejatinya, Kementrian BUMN serta kalangan perbankan sangat berharap revisi UU tersebut dapat dilakukan secepatnya. Dengan adanya revisi UU tersebut, diharapkan industri perbankan BUMN dapat mempermudah restrukturisasi kredit. Ujung-ujungnya, angka rasio kredit bermasalah atawa non performing loan (NPL) bisa ditekan dan kinerja bank BUMN bisa kian cemerlang."Kami harapkan segera rampung supaya dapat menekan suku bunga, juga dapat menyehatkan cash flow dari BUMN-BUMN kita," kata Mustafa.Wakil Ketua Komisi XI Harry Azhar Aziz mengatakan, revisi UU tersebut belum menjadi fokus DPR tahun ini. Tahun ini, DPR fokus terhadap beberapaRancangan Undang-undang (RUU) seperti RUU Bank Indonesia, RUU Badan Pengawas Pasar Modal LEmbaga Keuangan, RUU Pasar Modal, RUU perbankan, serta RUU Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Selain itu, hingga kini pemerintah belum mengajukan usulan revisi UU PUPN kepada DPR."Ini pemerintah terlalu lama. Kami di Komisi XI juga sudah ada pembicaraan apakah kami di Komisi saja yang memulainya," tuturnya kepada KONTAN.Sementara, Dirjen Kekayaan Negara Kementrian Keuangan Hadiyanto menyebut, saat ini revisi UU PUPN telah masuk tahap finalisasi. "Tinggal tandatangan saja di Kementrian Dalam Negeri. Lalu diajukan ke DPR," ujarnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dupla Kartini