KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah berencana akan melakukan impor pangan lagi untuk program ketahanan pangan dalam negeri. Terbaru, sinyal impor beras telah disampaikan oleh Menteri Koorditor Pangan Zulkifli Hasan yang menyebut indonesia buka peluang impor sebanyak 1 juta ton beras dari India. Merespon hal ini, Pengamat Pertanian
Center of Reform on Economic (CORE) Eliza Mardian menyebut peluang impor beras memang bisa saja kembali terjadi di era pemerintahan baru. Pasalnya, tingkat produktivitas padi rata-rata terus mengalami penurunan sebesar 1% di setiap tahun.
Sementara, kebutuhan akan pangan termasuk beras diprediksi terus melonjak seiring dengan bertumbuhnya jumlah penduduk di Indonesia. "Jika penurunan produktivitas terus terjadi, sementara
demand terus meningkat, tentu akan memperbesar porsi impor yang dapat menjadi Indonesia tak swasembada," urai Eliza pada Kontan.co.id, Minggu (3/11).
Baca Juga: Dampingi Prabowo, Mentan Beberkan Progres Pegembangan Lahan Pertanian di Merauke Eliza mengingatkan pada pemerintah untuk mewaspadai ketergantungan impor utamanya pada komoditas strategis. Hal ini bisa berdampak pada ketidakstabilian ekonomi dan politk dalam negeri. Apalagi, sektor pangan ini merupakan komoditas politis. Untuk mencapai ketahanan pangan dari produksi dalam negeri, menurutnya perlu merubah beberapa pendekatan kebijakan. Yang paling utama, jelasnya, menyamakan misi antara pemerintah pusat sampai ke level daerah. "Swasembada bisa dilakukan asal pendekatanya yang dirubah." tadasnya. Eliza melihat program lain yang bisa dilakukan adalah intensifikasi lahan karena akan melibatkan petani secara langsung. Dirinya menyebut rata-rata produktivitas padi kita masih 5-6 ton per hektar. Namun menurutnya masih ada ruang untuk mengdongkrak produktivitas salah satunya melalui pengembangan varietas bibit. Hanya saja, Eliza melihat inovasi ini kerap tidak mendapatkan perhatian dari pemerintah. Sehingga produktivitas tanaman pangan relatif stagnan cenderung turun. "Kalau setiap sentra produksi di dorong peningkatan produktivitasnya, ini secara agregrat nasional akan bertambah jumlah produksi berasnya," ungkap Eliza. Lebih lanjut, Eliza menyayangkan pemerintah justru mengambil langkah ekstensifikasi salah satunya terkait pengembangan
food estate. Padahal menurutnya dampak negatif dari program ini lebih besar dari tingkat keberhasilanya. Hal lain yang disayangkan dari kebijakan itu karena mengorbankan hutan dan memperparah dampak perubahan iklim di sektor pertanian. "Pilihan kebijakan mestinya juga tak hanya fokus pada peningkatan produktivitas tapi juga kesejahteraan petaninya," jelas Eliza. Selain beras, pemerintah juga mewacanakan impor sapi perah untuk mendukung program makan bergizi gratis (MBG). Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman juga menyebut akan ada impor sebanyak 250 ribu sapi perah dari Vietnam untuk dikembangkan di dalam negeri.
Amran pun mengklaim wacana ini sudah disampaikanya kepada Kepala Negara Prabowo Subianto. Saat mendapat restu, impor sapi perah akan segera dijalankan untuk tahun depan. "Rencana investasi dari Vietnam dengan pengadaan sekitar 250 ribu ekor sampi ini akan berdampak besar bagi kepentingan nasional," jelas Amran.
Baca Juga: Stok Beras Bulog Capai 1,5 Juta Ton per Akhir Oktober 2024 Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Tri Sulistiowati