R&I Beri Kode Peringkat Utang Indonesia Bisa Meningkat, Ini Keuntungannya!



KONTAN.CO.ID - JAKARTA.  Lembaga Pemeringkat Rating and Investment Information, Inc. (R&I) mengisyaratkan bahwa Indonesia berpotensi meraih peningkatan peringkat kredit atau sovereign credit rating (SCR) menjadi A- dalam waktu dekat.

Berdasarkan laporan R&I yang diunggah pada akhir September 2024 lalu, peningkatan kredit utang tersebut bisa terwujud jika Presiden Prabowo Subianto dapat menjaga ketahanan fiskal dan stabilitas makroekonomi yang sudah ada.

"Peringkat akan dinaikkan jika R&I melihat adanya tanda-tanda yang pasti bahwa presiden yang baru akan mewarisi sikap kebijakan yang diupayakan oleh pemerintahan saat ini dan bahwa kinerja ekonomi Indonesia yang kuat dan perbaikan posisi fiskal akan dipertahankan di bawah pemerintahan yang baru," tulis R&I dalam laporannya.


Baca Juga: R&I Isyaratkan Indonesia Berpeluang Raih Peringkat Utang Menjadi A-

Seperti yang diketahui, R&I telah mempertahankan peringkat kredit Indonesia pada BBB+ dengan outlook positif.

Menanggapi hal tersebut, Staf Bidang Ekonomi, Industri dan Global Markets dari Bank Maybank Indonesia, Myrdal Gunarto mengatakan bahwa dengan adanya peluang kenaikan rating tersebut, diharapkan biaya utang Indonesia akan menjadi lebih murah jika pemerintah melakukan penerbitan utang global.

Selain itu, status rating yang lebih tinggi juga akan meningkatkan daya tarik Indonesia di mata investor, baik untuk investor di pasar keuangan global maupun bagi investor asing langsung (FDI).

"Jelas dengan kredit rating yang naik dari BBB+ ke A- ya tentu harapannya biaya utang kita bisa lebih murah kalau kita ingin melakukan penerbitan utang global," ujar Myrdal kepada Kontan.co.id, Senin (11/11).

Baca Juga: Sri Mulyani Optimistis Peringkat Utang Indonesia Meningkat di 2025

Myrdal juga menambahkan bahwa selain dari lembaga rating R&I, diharapkan lembaga-lembaga pemeringkat internasional besar lainnya, seperti Standard & Poor’s, Moody’s, dan Fitch, dapat mengikuti langkah serupa dalam memberikan penilaian positif terhadap ekonomi Indonesia.

Untuk mencapai peringkat kredit ke level A-, Myrdal menyarankan agar Indonesia terus mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi. Salah satu faktor utama yang harus diperhatikan adalah kebijakan fiskal, terutama peningkatan rasio pajak yang lebih baik dan pengelolaan fiskal yang konsisten.

Di sisi lain, konsistensi dalam pengelolaan defisit fiskal juga harus dijaga di bawah 3% PDB, meskipun ada kenaikan dari asumsi pemerintah. 

Myrdal juga mencatat bahwa meski beberapa negara maju memiliki kondisi fiskal yang lebih buruk, posisi fiskal Indonesia tetap lebih solid. Oleh karena itu, dia optimistis Indonesia dapat mempertahankan atau bahkan meningkatkan peringkat kreditnya.

Baca Juga: R&I menetapkan rating Indonesia di level BBB dengan outlook stabil

"Tentu ini harusnya diapresiasi oleh lembaga rating karena kondisi sekarang kita lihat posisi fiskal dari beberapa negara maju saja lebih buruk daripada kita," katanya.

Kendati begitu, Myrdal menekankan bahwa salah satu tantangan utama yang masih dihadapi Indonesia adalah tingkat pendapatan per kapita yang stagnan. Meskipun ada beberapa indikasi pertumbuhan ekonomi yang melambat, peningkatan pendapatan per kapita harus menjadi salah satu fokus kebijakan ekonomi jangka panjang.

"Kalau kita lihat kemungkinan pendapatan per kapita juga kelihatannya masih di level yang stagnan," imbuh Myrdal.

Diberitakan sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati berharap peringkat kredit Indonesia meningkat menjadi single A.

Baca Juga: Ramalan para ekonom terhadap pertumbuhan ekonomi kuartal I

Namun, Sri Mulyani mengatakan bahwa untuk menuju level tersebut maka rasio pajak alias tax ratio Indonesia harus diperbaiki. Maklum, tax ratio Indonesia saat ini masih belum membaik dan rendah dibandingkan negara lain seperti G-20.

"Kami berharap suatu saat Indonesia bisa segera mencapai single A. Salah satu (syarat) untuk menjadi Single A adalah kalau kita bisa perbaiki tax ratio. Dan itu adalah suatu kerja keras," ujar Sri Mulyani dalam Rapat Kerja Komisi XI DPR RI, Kamis (6/6).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Noverius Laoli