RI incar pasar kayu Korea dan Jepang



JAKARTA. Setelah Uni Eropa, pemerintah mengincar pasar kayu Korea Selatan dan Jepang untuk menerapkan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK). Pasalnya, selama ini dua negara di Asia Timur itu masih menampung kayu ilegal asal Indonesia.

Zulkifli Hasan, Menteri Kehutanan, mengatakan, Indonesia sudah memiliki kesepakatan menampung kayu legal dengan beberapa negara. Salah satunya dengan Uni Eropa melalui kesepakatan Voluntary Partnership Agreement (VPA). Kesepakatan ini akan diteken 30 September 2013.

Kemudian kesepakatan dengan Amerika Serikat lewat Undang-Undang Lacey Act. "Malaysia dan China yang belum, sekarang kami sedang inisiasi dengan Jepang," kata Zulkifli, Rabu (21/8).


Penandatanganan VPA antara Indonesia dan Uni Eropa membuat kayu Indonesia tak lagi memerlukan proses due dilligence selama 6 hingga 7 hari. "Legalitas kayu yang dilengkapi dengan sertifikat Indonesian Legal Wood sudah diakui," katanya.

Dwi Sudarto, Direktur Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Kehutanan Kementerian Kehutanan (Kemhut) mengatakan dirinya akan terbang ke Jepang dan Korea pada Oktober guna menjalin kesepakatan kerjasama kayu legal.

Menurutnya, tujuannya ke Korea dan Jepang selain merintis kerjasama peredaran kayu legal juga akan mengenalkan sistem SVLK. "Mau meminta semacam VPA agar seperti Uni Eropa, hanya terima kayu legal," jelas Dwi.

Zulkifli menambahkan, kehadiran SVLK, kayu asal Indonesia bisa dijamin legalitasnya, sehingga bisa menaikkan ekspor kayu olahan. Dampaknya produksi kayu di dalam negeri akan meningkat.

Zulkifli menargetkan produksi kayu naik 50% menjadi 60 juta meter kubik. "Itu target tahun 2020," katanya. Saat ini, produksi kayu mencapai 40 juta meter kubik per tahun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Fitri Arifenie