RI - Malaysia akan bangun kawasan industri sawit



KUALA LUMPUR. Indonesia ingin mengembangkan industri kelapa sawit bersama Malaysia. Rencananya, dua negara penghasil Crude Palm Oil (CPO) terbesar di dunia ini akan membangun kawasan industri khusus hilirisasi kelapa sawit.

Targetnya, proses groundbreaking kawasan industri tersebut dapat dimulai Juni 2016. Kemudian pembangunannya diperkirakan membutuhkan waktu 3 tahun.

Menteri Koordinator Maritim dan Sumber Daya Indonesia Rizal Ramli mengaku bahwa kerja sama ini merupakan keinginan Presiden Joko Widodo. Adapun, pembahasannya telah dilakukan dalam 3 bulan terakhir.


"Saya dititipkan pesan agar Indonesia dan Malaysia betul-betul bekerja sama meningkatkan hubungan, terutama industri hulu dan hilir kelapa sawit. Kita ingin supaya kedua negara yang menguasai 85% suplai CPO bisa masuk ke downstream-nya," ucapnya, Kamis, (27/8).

Menurut Rizal, produsen kelapa sawit tengah menghadapi beberapa masalah seperti tingginya pemberlakuan standar di negara maju. Oleh karena itu, Rizal berharap Indonesia dan Malaysia mampu menentukan standarnya sendiri. Ia pun berjanji akan mempermudah perusahaan swasta yang ingin menggarap bisnis hilir dengan memberikan insentif.

Pertemuan bilateral tekait pembahasan ini dihadiri oleh Menteri Koordinator Maritim dan Sumber Daya Indonesia Rizal Ramli, Menteri Perdagangan Internasional dan Perindustrian Malaysia Dato' Sri Mustapa Mohamed. Selain itu, Menteri Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Sofyan Djalil pun ikut berkontribusi.

Tak hanya itu, beberapa menteri lain juga ikut andil. Ini antara lain Menteri Industri Perkebunan dan Komoditas Malaysia Datuk Amar Douglas Uggah Embas, Menteri Pengembangan Desa Tertinggal Malaysia Dato' Sri Ismail Sabri bin Yakoob, serta Wakil Perdana Menteri Malaysia Dato' Razali Ibrahim.

Kemudian, Felda Global Ventures (FGV) Holding Berhad dan PT Eagle High Plantation Tbk (BWPT) turut hadir dalam pertemuan ini. Rizal mengatakan, FGV dan BWPT ini merupakan contoh perusahaan yang sudah menjalin kerja sama untuk mengembangkan industri hilir. Menurutnya, pemerintah pun akan mengajak perusahaan besar Indonesia lainnya yang telah memiliki bisnis hilir untuk bergabung.

Sekadar informasi, FGV membeli 37% saham BWPT dengan harga US$ 680 juta. Sebesar 30% atau senilai US$ 632 juta dibayarkan secara tunai. Lalu 7% atau setara US$ 48 juta ditukarkan dengan 2,5% saham FGV. Meski begitu, pelaksanaan transaksi ini belum rampung.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto