KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Lembaga pemeringkat Rating and Investment Information, Inc (R&I) menetapkan peringkat Sovereign Credit Rating (SCR) Indonesia pada level BBB alias stabil. Hal ini disebabkan pertumbuhan ekonomi Indonesia cukup solid. R&I dalam rilisnya menjelaskan, peringkat tersebut didukung oleh defisit APBN terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia tercatat lebih rendah dari tahun sebelumnya dan rasio utang pemerintah terhadap PDB juga rendah. Meskipun defisit neraca transaksi berjalan alias
current account deficit (CAD) 2018 melebar, cadangan devisa memadai untuk menutup utang luar negeri (ULN) jangka pendek.
"Meskipun belum resmi, hasil
quick count menunjukkan Presiden RI Joko Widodo akan terpilih lagi, hal ini berdampak positif pada kelayakan kredit Indonesia," jelas R&I melalui rilis yang dikutip Kontan.co.id, Jumat (26/4). Selain itu, R&I juga memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2019 masih di sekitar 5% terutama didukung oleh permintaan domestik. Pertumbuhan ekonomi 5% sebenarnya telah menjadi tren di Indonesia sejak 2014. Kendati begitu, pada tahun 2018 Indonesia mengalami masa sulit dengan tekanan pada Rupiah. Sedangkan tahun 2019 ekspor cenderung melambat karena perlambatan ekonomi di negara tujuan ekspor. Sementara itu pemerintah Indonesia menargetkan defisit APBN 2019 mencapai 1,84% setelah pada tahun lalu tercatat 1,76%. Sejalan dengan pemerintah R&I juga memprediksi defisit APBN masih akan sesuai target meskipun meluas dari tahun sebelumnya. Sebab pemerintah berkomitmen memperluas investasi pada sumber daya manusia (SDM) sementara pembangunan infrastruktur masih menjadi program prioritas. R&I juga menyoroti ULN pemerintah pusat yang di kisaran 30% dari PDB pada akhir 2018. Dari rasio tersebut, obligasi pemerintah yang diterbitkan di dalam negeri dipegang oleh bukan penduduk cukup tinggi yakni 38%. Apabila dikombinasikan dengan utang dengan mata uang asing, ULN pemerintah menyumbang 60% dari total utang. Kondisi ini membuat struktur utang rentan terhadap fluktuasi di pasar keuangan global. "Menjaga kebijakan fokus pada stabilitas makroekonomi dan menahan defisit fiskal, serta mendorong reformasi struktural akan sangat penting untuk mempertahankan lingkungan pendanaan yang stabil," saran R&I.
Sementara itu, upaya pemerintah meningkatkan infrastruktur serta memperbaiki iklim investasi juga menjadi faktor yang mendukung kelayakan kredit. Terakhir R&I menambahkan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi sambil mempertahankan posisi fiskal yang baik dan stabilitas makroekonomi, pemerintah perlu melakukan beberapa upaya. Antara lain terkait dengan peningkatan infrastruktur, peningkatan aliran masuk investasi asing langsung, meningkatkan pendapatan, meningkatkan SDM modal dan pendalaman keuangan. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Noverius Laoli