Riak bisnis e-commerce



Jakarta. Layaknya da’i kondang, artis besar, atau tokoh terpandang yang meninggal dunia, berita penutupan situs e-commerce Multiply masih menyisakan rasa tidak percaya di masyarakat. Sepekan berlalu, pemilik lapak Kertasku Papercraft di Multiply, Samuel Ongkowijoyo, masih berharap kabar ini tidak benar. “Bisnis saya tumbuh dan dikenal karena Multiply,” katanya.Sejak 2007, Samuel telah bergabung di Multiply. Saat situs ini berpindah platform dari jejaring sosial ke e-commerce, dia tetap bertahan di Multiply. Tak semata kenangan nge-blog yang menjadi dalih tetap berdagang di Multiply, Samuel melihat keseriusan Multiply dalam menggarap e-commerce di Tanah Air. Multiply menyediakan fasilitas berdagang yang memadai dan perhatian yang terasa personal bagi Samuel bila tengah mengalami kendala transaksi.Berbagai fasilitas itu turut mendongkrak transaksi bisnis Samuel. Selain di Multiply, dia juga menggelar lapak di situs belanja lain, Tokopedia.com. “Di Multiply, omzet saya rata-rata Rp 5 juta per bulan. Sedang di Tokopedia hanya Rp 500.000 per bulan,” katanya.Apapun kesan Samuel terhadap Multiply pasti tak akan mengubah keputusan pemilik saham Multiply, Naspers Limited atau MIH Limited. Manajemen Multiply telah menyatakan penutupan situs belanja itu per 6 Mei dan pada akhir Mei nanti secara resmi Multiply akan berhenti beroperasi.Berjasa besarChief Executive Officer Multiply Stefan Magdalinski mengatakan, keputusan itu terpaksa diambil lantaran segala sesuatu yang mereka rencanakan ternyata tak berjalan. Multiply sebagai entitas bisnis e-commerce tak mampu menghidupi dirinya meski sudah beroperasi sekitar satu tahun.Gampangnya, Multiply gagal mengeruk pendapatan dari bisnisnya. Multiply menganut bisnis e-commerce dengan model marketplace. Dalam konsep ini, sebuah situs bisa meraup pendapatan dari pendaftaran toko hingga fee transaksi.Country Manager Multiply Indonesia Daniel Tumiwa pernah mengibaratkan bisnis mereka layaknya PD Pasar Jaya yang memberi tempat kepada usaha kecil-menengah (UKM) untuk berjualan lengkap dengan sistem pembayaran. Biaya sewa “toko” di Multiply dari gratis hingga kisaran ratusan ribu rupiah.Masalahnya, hingga ditutup, mereka belum bisa memungut fee transaksi dari penjual, sebagai ganti retribusi di pasar offline. Selain itu, demi menggenjot transaksi, Multiply rela membayar ongkos kirim barang yang biasa ditanggung pembeli. Bayangkan, Multiply memiliki hampir 100.000 penjual. Bila semua penjual setiap hari bertransaksi sekali dan dikirim dengan biaya rata-rata Rp 10.000, artinya Multiply mengeluarkan uang miliaran rupiah sehari!Pengamat dan pelaku e-commerce, Andi Surja Boediman, menduga penutupan Multiply terpicu kegagalan memonetisasi bisnis.Apapun, kehadiran Multiply bermakna positif bagi bisnis e-commerce Indonesia. Dengan kebijakan gratis biaya kirim, Multiply sukses mengajak konsumen untuk mau benar-benar bertransaksi secara online. “Giliran merchant belajar membayar agar bertahan,” katanya.***Sumber : KONTAN MINGGUAN 32 - XVII, 2013 Laporan Utama

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Imanuel Alexander