JAKARTA. Berkiprah selama dua dekade, PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) kerap tersandung masalah lingkungan dan izin operasi. Toh, perusahaan milik konglomerat Sukanto Tanoto ini terus melaju. Pengelola Riau Andalan mulai berbenah. Selain memperkuat divisi riset dan pengembangan, perusahaan ini ingin mengelola hutan secara berkelanjutan. Riau Andalan merupakan salah satu produsen bubur kayu (pulp) dan kertas (paper) yang cukup dominan di Indonesia. Mayoritas atau lebih dari 80% total produksi Riau Andalan menyasar pasar luar negeri. Hanya sebagian kecil produk, yakni 20%, dipasarkan di dalam negeri. RAPP merupakan unit usaha Asia Pacific Resources International Limited, yang merupakan salah satu produsen pulp dan kertas terkemuka di dunia melalui merek PaperOne. Berbahan baku dari serat akasia yang terbarukan, Riau Andalan memasarkan PaperOne ke lebih dari 70 negara.
Berdiri pada 1992 silam, di bawah konglomerasi Raja Garuda Mas (RGM), konsesi luas hutan tanaman industri (HTI) Riau Andalan saat ini mencapai 350.000 hektare (ha) yang tersebar di wilayah Provinsi Riau, Sumatera. Fasilitas produksi Riau Andalan berlokasi di wilayah Kerinci, Riau. Hingga saat ini, kapasitas produksi tahunan Riau Andalan mencapai 2,8 juta ton untuk bleached hardwood kraft pulp (BHKP) dan 800.000 ton untuk kertas. Kegiatan usaha RAPP sepenuhnya terintegrasi, mulai dari penanaman, kehutanan, penelitian dan pengembangan riset dan pengembangan (R&D) untuk pabrik pulp dan kertas. Di wilayah yang sama, perusahaan milik konglomerat Sukanto Tanoto ini juga membangun fasilitas tambahan seperti pelabuhan sebagai lokasi bongkar muat. Produksi pulp RAPP dari tahun ke tahun sejatinya menunjukkan tren peningkatan. Pada 2008, Riau Andalan mampu memproduksi pulp mencapai 1,709 juta ton. Kemudian pada 2012 lalu, produksi pulp perusahaan ini diperkirakan meningkat menjadi sekitar 2 juta ton. Produksi kertas Riau Andalan juga menunjukkan tren kenaikan, dari 716.000 ton selama 2008, selanjutnya meningkat menjadi sekitar 800.000 ton pada tahun lalu.Pada tahun ini, manajemen Riau Andalan tak memasang target muluk. Lantaran krisis masih membayangi ekonomi Eropa dan Amerika Serikat, RAPP memproyeksikan produksi pulp dan kertas relatif stagnan, yakni 2,8 juta. Walau termasuk dalam jajaran produsen pulp dan kertas kelas wahid, RAPP tidak pernah puas mengembangkan teknologi terbaru. "Kami tidak boleh diam, berpuas diri dan berleha-leha, kami harus terus bekerja keras," ungkap Kusnan Rahmin, Direktur Utama RAPP, kepada wartawan di sela-sela kunjungan ke perkebunan yang dikembangkan Riau Andalan di Pangkalan Kerinci, Riau, pada akhir bulan lalu. Riau Andalan selalu memantau perkembangan teknologi, khususnya dalam mesin cetak. Setiap perusahaan mesin cetak memproduksi produk baru, RAPP langsung mempelajarinya. Ini untuk memastikan apakah kertas yang mereka hasilkan dapat dicetak dengan kualitas yang memuaskan. Hingga saat ini, Riau Andalan telah menggarap setidaknya tiga jenis produk PaperOne. Pertama, PaperOne Presentation yang digunakan untuk printer laser warna, fotokopi warna serta printer inkjet warna. Kedua, PaperOne All Purpose yang digunakan untuk printer laser hitam-putih, mesin fotokopi hitam-putih, printer ink jet, serta mesin fax yang menggunakan kertas HVS. Terakhir, PaperOne Copier yang digunakan untuk printer laser hitam-putih, mesin fotokopi hitam-putih serta mesin fax yang menggunakan kertas berjenis HVS. Selain mengusung kertas merek sendiri, Riau Andalan memproduksi kertas dengan merek dari pemesan.Beberapa konsumen pemesan kertas RAPP berasal dari kawasan Eropa dan Asia. Ditengah kesulitan ekspansi, yaitu menambah lahan perkebunan baru, Riau Andalan terus berupaya meningkatkan produksi pulp dan kertas. Perusahaan ini terus meningkatkan produktivitas. Saat ini RAPP melakukan riset agar tanaman yang mereka kembangkan dapat menghasilkan alias dipanen dalam waktu singkat. "Bila kami bisa menemukan bibit yang dapat menghasilkan hanya dalam waktu tiga tahun, (produsen pulp dan kertas) yang lain pasti tiarap," ucap Kusnan. Seiring dengan fokus perusahaan dalam pengembangan sumber daya alam dan bisnis yang berkelanjutan, Riau Andalan menghasilkan 200 juta bibit setiap tahun dari pusat pembibitan yang antara lain berlokasi di Pelalawan, Kerinci dan Baserah. Saban tahun, RAPP menanam 160 juta pohon atau sekitar 500.000 pohon dalam sehari. Manajemen Riau Andalan mengklaim selalu berupaya untuk melakukan pengelolaan HTI secara berkelanjutan, termasuk upaya-upaya pengembangan green energy. Sebanyak 87% energi yang dibutuhkan untuk operasional RAPP dihasilkan dari energi terbarukan berupa black liquor dan wood bark. Riau Andalan hanya menggunakan 13% energi yang bersumber dari batubara dan gas. Beberapa waktu lalu, RAPP juga telah berinvestasi senilai US$ 2,3 juta untuk pembangunan pabrik biofuel methanol demi mengurangi efek gas rumah kaca. Riau Andalan sempat tersandung sejumlah masalah. Ambil contoh saat mengembangkan bisnisnya di Pulau Padang, Kecamatan Merbau Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau. Seperti diketahui, RAPP telah mengantongi izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu (IUPHHK) Hutan Tanaman Industri (HTI) di Pulau Padang seluas 41.205 hektare (ha) melalui Surat Keputusan Menhut No.327/2009. Namun, perusahaan ini harus menghentikan operasi di pulau tersebut sejak Januari 2012 setelah ada pengaduan masyarakat yang merasa terusik oleh keberadaan dan aktivitas Riau Andalan. Operasional Riau Andalan tinggal menunggu penyelesaian tata batas partisipatif. Jika tata batas ini kelar, izin operasi dari Kementerian Kehutanan bisa terbuka kembali. Manajemen RAPP mengaku telah memenuhi ketentuan yang ditetapkan pemerintah. Riau Andalan juga telah melakukan penanaman 500.000 batang pohon setiap hari. "Kini tinggal menunggu keputusan dari Kementerian Kehutanan," tutur Kusnan. Manajemen Riau Andalan juga menyatakan punya komitmen untuk melakukan penilaian
high conservation value (HCV) pada areal konsesinya. Langkah tersebut untuk memastikan pengelolaan hutan dilakukan secara lestari dan berkelanjutan. Saat ini, area konservasi hutan alam mewakili 19% dari total konsesi yang dimiliki oleh Grup Riau Andalan. Untuk memerangi penebangan liar, manajemen RAPP berpegang teguh pada kebijakan pembelian kayu
(wood purchase policy) yang mensyaratkan adanya sistem pelacakan kayu dan audit lacak balak.
Sejak 2006 silam, Riau Andalan memiliki sertifikasi praktek manajemen kehutanan yang berkelanjutan. Sertifikat ini diterbitkan oleh Lembaga Ecolabel Indonesia (LEI). Adapula sertifikasi verifikasi legalitas kayu (SVLK) yang dikeluarkan oleh Kementerian Kehutanan pada 2010. Dokumen SVLK sangat dibutuhkan bagi perusahaan ini, khususnya dalam memasarkan produknya ke kawasan Eropa. Maklumlah, Indonesia dan Uni Eropa telah melakukan perjanjian kemitraan sukarela atau
voluntary partnership agreement (VPA) demi penegakan hukum, tata kelola, dan perdagangan sektor kehutanan (FLEG-T). Dengan perjanjian ini, produk Indonesia yang masuk Eropa harus bersertifikasi dan memenuhi dokumen SVLK. Melalui induk usahanya, Asia Pacific Resources International Limited, Riau Andalan membangun pusat R&D. Proyek ini ditempuh untuk lebih meningkatkan produktivitas serat melalui integrasi perbaikan genetik. Selain itu, program riset dan pengembangan berguna untuk mendapatkan sifat kayu yang diinginkan, serta meminimalkan kerugian karena hama dan penyakit tanaman. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Sandy Baskoro