Ribuan barel minyak Chevron disedot pencuri



PEKANBARU. PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) mengaku, sepanjang 2012 hingga Maret 2013 telah terjadi 38 kasus pencurian minyak atau illegal tapping yang menimpa jaringan fasilitas pipanya di KM 41,650 di daerah, Riau.

Perusahaan memperkirakan, aktivitas pencurian minyak itu terjadi dalam jumlah yang besar atau mencapai 4700 barel. Hal ini disampaikan oleh Senior Vice President Sumatera Operation Support CPI, Albert Simanjuntak di Pekanbaru, akhir pekan lalu.

Albert bilang, aktivitas pencurian minyak tersebut mengganggu aktivitas produksi minyak yang dilakukan perusahaannya. "Tahun lalu illegal tapping di CPI mencapai 37 kasus. Sementara hingga Maret 2013 sudah terjadi 1 kali," katanya kepada wartawan, akhir pekan kemarin.


Albert menerangkan, pencurian terjadi di beberapa titik jaringan pipa Chevron. Mulai dari Lapangan Minas ke Duri, Duri ke Dumai, Balam ke Bangko hingga Bangko ke Dumai. Dimana total jaringan pipa tersebut diketahui hampir sepanjang 1.000 Km.

Adapun aksi pencurian dilakukan dengan cara melubangi pipa yang berukuran 16 inch. Ia mengatakan, jika aksi ini tak segera dibendung, praktik illegal taping sendiri diprediksi kian marak kedepannya.

"Harus ada tindakan yang tegas dari aparat yang berwenang. Menurut data di lapangan, pencuri sering kali menggunakan senjata api dalam aksinya dan kami tentu tidak akan maksimal jika sendirian," akunya.

Albert memperkirakan, hilangnya 4700 barel minyak tersebut membuat Negara rugi sekitar Rp 4,2 miliar. Ini dihitung dari kalkulasi harga minyak internasional yang diketahui mencapai US$ 95 per barel. "Ini menjadi kerugian Negara karena masuk dalam cost recovery," tegasnya.

Guna menekan aktivitas itu, tambah Albert, diperlukan kerjasama dari seluruh stakeholder seperti Pemerintah, SKK Migas dan Kepolisian. Ini dimaksudkan untuk memberi jera pada para pelaku illegal tapping.

Ia mengatakan, Pemerintah Daerah (Pemda) harus turun tangan untuk selesaikan masalah tersebut. Pasalnya pencurian tersebut juga disinyalir berawal dari kurangnya  koordinasi di jajaran stakeholder.

"Ada beberapa jaringan pipa yang 1 meter di sebelahnya dibangun rumah. Sementara itu, yang keluarkan izin bangun rumah kan Pemda," tegasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Asnil Amri