Ribuan Masyarakat Borobudur Meriahkan Perhelatan G20 Bidang Kebudayaan



KONTAN.CO.ID - Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menyelenggarakan Kirab Budaya dan Rapat Raksasa bertajuk "Nyawiji Nunggal Rasa" mengusung semangat kebersamaan masyarakat yang bahu membahu untuk bisa kembali bekerja dan berkarya, untuk pulih kembali kepada kondisi yang selaras dengan alam dalam rangkaian kegiatan Pertemuan Tingkat Menteri G20 di bidang Kebudayaan.

Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, Nadiem Anwar Makarim mengapresiasi kegiatan kirab ini yang tidak hanya menekankan pada budaya namun juga lingkungan, "Saya mengapresiasi masyarakat peserta Kirab Budaya yang sudah unjuk kreativitas dengan mengambil inspirasi dari fauna yang terdapat pada relief Candi Borobudur. Lebih dari itu, material yang digunakan terdiri dari bahan yang ramah lingkungan. Hal itu sejalan dengan apa yang kita dorong dalam agenda G20 bidang Kebudayaan."

Acara yang digelar pada 12 September 2022 mulai pukul 8.00 pagi ini melibatkan 2.000 warga perwakilan dari 20 desa di Kecamatan Borobudur. Kirab Budaya dan Rapat Raksasa G20 terdiri dari empat segmen kegiatan yakni; Ritus 'Bangun Tuwuh' di Candi Pawon, Kirab Budaya 'Mulih Pulih' dari Candi Pawon menuju Candi Borobudur, Rapat Raksasa 'Nyawiji' di Taman Lumbini Candi Borobudur, dan Parade Seni 'Golong Gilig'.


Ritus 'Bangun Tuwuh' merupakan simbol dari harapan seluruh kalangan masyarakat untuk sebuah awal yang baru setelah 2 tahun pandemi terjadi. Biji tanaman yang didoakan akan dibawa pulang dan ditanam, dengan harapan akan tumbuh subur bersama dengan tumbuh makmurnya kehidupan masyarakat. Ritus doa bersama ini akan menjadi pembuka rangkaian kegiatan kirab dan akan dilakukan oleh perwakilan dari 20 desa, perwakilan pemuka agama, dan pemuka adat nusantara.

Kirab Budaya 'Mulih Pulih' adalah gerak kirab massal yang melibatkan 2000 warga desa yang bergerak dari Candi Pawon ke Lapangan Lumbini, Borobudur. Inilah gerak menari warga yang ditata secara koreografis menurut gagasan dan tradisi masing-masing desa namun dalam detak yang sama dipimpin oleh direktur artistik R.M Altiana dan diiringi arasemen musik oleh Trie Utami.

Karya-karya instalasi fauna Borobudur, karya-karya limbah dan tetumbuhan, menemani gerak kirab ini. Semuanya adalah gambaran semangat masyarakat untuk bergerak bersama membangun masa depan yang cerah dan berkelanjutan.

Kisah Jataka yang terpahat dalam relief Candi Borobudur diambil sebagai tema Kirab Budaya yang menginspirasi warga tiap-tiap desa dalam penciptaan karya instalasi ragam fauna, yang nantinya diusung dalam gerak bersama barisan kirab.

Demikianlah cara warga Borobudur melestarikan dan merayakan Candi Borobudur, sehingga filosofi positif dan nilai spiritual yang dimiliki ikon fauna tersebut menjadi bagian dari kehidupan warga untuk kembali bangkit, kembali pulih. Selain itu warga juga mempersiapkan berbagai makanan tradisional dan produk kuliner lokal andalan desa masing-masing untuk ikut diusung disaat kirab dan nantinya disajikan pada saat Kembul Bujana (Upacara Makan Bersama).

Rapat Raksasa 'Nyawiji' merupakan simbol solidaritas dengan sesama dan menyampaikan aspirasi melalui rangkaian pertunjukan yang merupakan adaptasi artistik dari aneka isu yang telah didiskusikan dalam rangkaian kegiatan yang melibatkan pelaku budaya sebelumnya.

Kirab Budaya dan Rapat Raksasa ini merupakan bagian Program Pemajuan Kebudayaan Desa, salah satu program prioritas Direktorat Jendral Kebudayaan yang menitikberatkan pada proses pemberdayaan masyarakat yang melibatkan warga sebagai pemilik budaya.

Tahun ini adalah tahun ke-2 Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kemdikbudristek, mendampingi warga Kawasan Borobudur untuk menemukenali kembali potensi budayanya, kemudian membuat program pengembangan sekaligus bagaimana pemanfaatannya untuk kehidupan berkelanjutan.

Direktur Jenderal Kebudayaan Kemendikbudristek selaku Koordinator Pertemuan Tingkat Menteri Kebudayaan G20, Hilmar Farid, menjelaskan “Kirab Budaya dan Rapat Raksasa ini menjadi wujud nyata keterlibatan masyarakat desa dalam upaya bersama merayakan kehidupan dan diharapkan dapat kembali pulih tidak hanya lebih kuat namun juga tepat guna dan bermanfaat.”

Baca Juga: 9 Warisan Dunia UNESCO di Indonesia, Ada Candi Borobudur hingga Taman Nasional Komodo

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti