KONTAN.CO.ID - BEIJING. Ribuan orang kaya China ingin angkat kaki dari negaranya pasca penguncian Covid-19 dan perlambatan ekonomi. Mereka tergabung dalam 10.000 orang kaya China dengan total penghasilan mencapai US$ 48 miliar tahun ini. Pemilik restoran Shanghai, Harry Hu, misalnya, berniat ke Kanada sambil membawa uangnya ke sana. Ia mengaku, hampir mati kelaparan akibat penguncian Covid-19 di China. "Saya sangat sedih, tapi ini saatnya untuk pergi," terang pria berusia 46 tahun dikutip dari Bloomberg, Selasa (19/7).
Baca Juga: Ini 10 Nasihat Terbaik Robert Kiyosaki Soal Investasi dan Keuangan Hu sudah berpikir untuk meninggalkan China beberapa kali namun menyerah, tetapi sekarang ia bertekad untuk pergi. Ia bahkan sudah mengirimkan berkas untuk perpanjangan visa dan paspornya lebih dari sebulan yang lalu, namun belum mendapat kabar lagi. Ia juga baru-baru ini menjual sebagian besar saham mayoritasnya di dua restoran kelas atas Shanghai seharga 20 juta yuan atau setara US$ 3 juta dan telah menyewa seorang pengacara imigrasi dan manajer kekayaan untuk membantunya pindah. Selain itu, ada Huang Yimeng, miliader asal Shanghai yang mengumumkan kepada karyawan bahwa ia berencana untuk memindahkan keluarganya keluar dari China dan kemudian menjadi viral di media sosial. Kepala eksekutif dan ketua perusahaan game XD Inc ini tidak secara langsung mengungkapkan alasan kepergiannya akibat penguncian dan XD menyatakan kepada media China bahwa kepindahan Huang adalah karena alasan keluarga. Namun, pengumuman itu memicu perdebatan tentang keinginan yang berkembang di antara orang-orang untuk beremigrasi. Tujuan paling populer termasuk ke negara Amerika Serikat (AS), Singapura, Australia, Kanada, dan tempat-tempat di Eropa. Beberapa negara ini telah memperketat proses migrasi, atau menarik kembali skema visa investor. Tempat-tempat ini memiliki persyaratan investasi relatif rendah seperti Spanyol, Portugal atau Irlandia.
Baca Juga: Robert Kiyosaki Berbicara Pentingnya Investasi Emas & Perak, Sebut Nilai Bitcoin Nol Sementara pembuat kebijakan belum secara eksplisit memperketat pembatasan relokasi. Pengacara imigrasi mengatakan perpindahan menjadi lebih sulit dalam beberapa bulan terakhir karena waktu pemrosesan paspor meningkat dan persyaratan dokumentasi menjadi lebih berat. Memindahkan sejumlah besar uang keluar dari China juga menjadi lebih sulit setelah kemunduran jumlah rekanan dari luar negeri yang telah lama membantu penduduk menghindari kontrol negara melalui pengaturan pertukaran aset privat. Kondisi ini menjadi panggung ketegangan baru antara orang kaya China dan Partai Komunis yang berkuasa, yang sudah tegang di tengah kampanye populis Presiden Xi Jinping untuk kemakmuran bersama. Pemerintah mengutamakan stabilitas menjelang pertemuan kepemimpinan akhir tahun ini di mana Xi diperkirakan akan mengamankan masa jabatan ketiga yang belum pernah terjadi sebelumnya, tetapi kerugian ekonomi jangka panjang akibat Covid akan ditentukan oleh ruang lingkup utama dari China. Konsultan migrasi dan pengacara di China mengatakan pertanyaan terkait cara pemindahan uang ke luar negeri naik tiga hingga lima kali lipat di musim semi ketika Shanghai menghadapi penguncian. Pertanyaan tersebut merupakan hasil wawancara dengan tujuh bankir yang tidak ingin disebutkan namanya. Konsultan migrasi di Shanghai Sumi melihat mereka, yang dulu sempat ragu - ragu untuk pindah akhirnya mengambil keputusan ini.
Baca Juga: Kembali Punya Anak Kembar, Berapa Jumlah Anak yang Diinginkan Elon Musk? “Banyak yang benar-benar merasa tidak punya pilihan lain karena pandemi Covid-19,” terangnya. Pemerintah China telah melarang perjalanan yang tidak penting sejak akhir 2020, dengan alasan langkah-langkah pencegahan Covid. Pada Mei lalu, badan Administrasi Imigrasi Nasional China mengatakan akan secara ketat membatasi perjalanan keluar yang tidak perlu bagi warga negara dan memperketat persetujuan dokumen masuk dan keluar. Seorang bankir swasta, yang tidak mau disebutkan namanya, mengatakan nasabah yang berbasis di Shanghai baru-baru ini mencoba untuk mendapatkan anaknya visa Singapura untuk belajar tetapi ditolak oleh badan pemerintah setempat.
Editor: Handoyo .