JAYAPURA. Sekitar 2.000 pekerja tambang yang tergabung dalam Pengurus Unit Kerja (PUK) Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) PT Freeport Indonesia (PTFI) melakukan blokade jalan tambang di Ridge Camp, Mil 72, areal PT Freeport Indonesia di Distrik Tembagapura, Mimika, Papua, Rabu (1/10). Aksi blokade jalan tambang mulai berlangsung sekitar pukul 02.15 WIT dengan melintangkan sebuah kontainer dan sejumlah kendaraan untuk menutup jalan tambang. Setelah jumlah massa semakin bertambah, para pekerja kemudian mendirikan tiga buah tenda di badan jalan tambang. Akibat aksi blokade tersebut, aktivitas kegiatan pertambangan di tambang terbuka Grasberg, dan Mil 74 terancam lumpuh total. Ahmad, salah seorang pekerja yang dihubungi Kompas.com di Tembagapura, mengatakan, perwakilan manajemen PTFI yang didampingi aparat kepolisian sempat melakukan dialog meminta pekerja menghentikan aksi, namun ditolak. “Bapak Joko Basyuni (Eksekutif Vice Presiden PTFI) sempat bertemu pekerja meminta membuka blokade dan menyampaikan tuntutan, tapi ditolak oleh pekerja,” jelas Ahmad yang bekerja di tambang terbuka Grasberg. Menurut Ahmad, aksi yang mereka lakukan bertujuan mendesak manajemen PTFI bertanggung jawab dengan serangkaian kecelakaan kerja yang berlangsung di areal tambang PT Freeport Indonesia. Salah seorang pengurus PUK SPSI PTFI, Juli Parorrongan yang dihubungi melalui telepon selulernya mengatakan, aksi blokade tersebut guna meminta pertanggungjawaban dari perusahaan terkait keselamatan kerja di areal tambang. “Setiap ada kecelakaan selalu dikaitkan dengan faktor alam dan cuaca. Kami ingin hasil investigasi kecelakaan kerja dibuka, dan perlu dilakukan evaluasi dan perbaikan prosedur keselamatan kerja. Intinya harus ada pertanggungjawaban dari perusahaan terkait serangkaian insiden di areal tambang,” jelas Juli. Seperti diketahui pada Mei 2013 lalu, terowongan tambang bawah tanah Big Gossan runtuh yang mengakibatkan 28 orang pekerja tewas saat mengikuti training keselamatan kerja. Dalam 2 pekan terakhir, terjadi dua kali insiden kecelakaan kerja, yakni runtuhnya terowongan tambang bawah tanah Grasberg Under Ground dan insiden mobil pengangkut pekerja departemen Utility dilindas truk tambang di tambang terbuka Grasberg. “Walau sudah dilakukan investigasi, namun tidak ada pihak yang dianggap bertanggung jawab dengan insiden ini,” tegas Juli. (Kontributor Kompas TV, Alfian Kartono)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Ribuan pekerja Freeport blokade jalan tambang
JAYAPURA. Sekitar 2.000 pekerja tambang yang tergabung dalam Pengurus Unit Kerja (PUK) Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) PT Freeport Indonesia (PTFI) melakukan blokade jalan tambang di Ridge Camp, Mil 72, areal PT Freeport Indonesia di Distrik Tembagapura, Mimika, Papua, Rabu (1/10). Aksi blokade jalan tambang mulai berlangsung sekitar pukul 02.15 WIT dengan melintangkan sebuah kontainer dan sejumlah kendaraan untuk menutup jalan tambang. Setelah jumlah massa semakin bertambah, para pekerja kemudian mendirikan tiga buah tenda di badan jalan tambang. Akibat aksi blokade tersebut, aktivitas kegiatan pertambangan di tambang terbuka Grasberg, dan Mil 74 terancam lumpuh total. Ahmad, salah seorang pekerja yang dihubungi Kompas.com di Tembagapura, mengatakan, perwakilan manajemen PTFI yang didampingi aparat kepolisian sempat melakukan dialog meminta pekerja menghentikan aksi, namun ditolak. “Bapak Joko Basyuni (Eksekutif Vice Presiden PTFI) sempat bertemu pekerja meminta membuka blokade dan menyampaikan tuntutan, tapi ditolak oleh pekerja,” jelas Ahmad yang bekerja di tambang terbuka Grasberg. Menurut Ahmad, aksi yang mereka lakukan bertujuan mendesak manajemen PTFI bertanggung jawab dengan serangkaian kecelakaan kerja yang berlangsung di areal tambang PT Freeport Indonesia. Salah seorang pengurus PUK SPSI PTFI, Juli Parorrongan yang dihubungi melalui telepon selulernya mengatakan, aksi blokade tersebut guna meminta pertanggungjawaban dari perusahaan terkait keselamatan kerja di areal tambang. “Setiap ada kecelakaan selalu dikaitkan dengan faktor alam dan cuaca. Kami ingin hasil investigasi kecelakaan kerja dibuka, dan perlu dilakukan evaluasi dan perbaikan prosedur keselamatan kerja. Intinya harus ada pertanggungjawaban dari perusahaan terkait serangkaian insiden di areal tambang,” jelas Juli. Seperti diketahui pada Mei 2013 lalu, terowongan tambang bawah tanah Big Gossan runtuh yang mengakibatkan 28 orang pekerja tewas saat mengikuti training keselamatan kerja. Dalam 2 pekan terakhir, terjadi dua kali insiden kecelakaan kerja, yakni runtuhnya terowongan tambang bawah tanah Grasberg Under Ground dan insiden mobil pengangkut pekerja departemen Utility dilindas truk tambang di tambang terbuka Grasberg. “Walau sudah dilakukan investigasi, namun tidak ada pihak yang dianggap bertanggung jawab dengan insiden ini,” tegas Juli. (Kontributor Kompas TV, Alfian Kartono)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News