KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Ribuan warga Indonesia menyuarakan penolakan terhadap rencana kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% yang akan diberlakukan pada 2025 mendatang. Petisi online di platform Change.org telah mengumpulkan 14.543 tanda tangan hingga Rabu (27/11). Petisi ini dibuat sebagai bentuk protes terhadap kebijakan yang dianggap akan membebani masyarakat, terutama kelompok menengah ke bawah.
Salah satu akun penggagas petisi, Bareng Warga menyampaikan, kenaikan tarif PPN akan meningkatkan harga barang dan jasa, yang pada akhirnya menggerus daya beli masyarakat. Baca Juga: Lebih dari 5.000 Orang Teken Petisi Tolak PPN 12% Menanggapi hal tersebut, Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Dwi Astuti menjelaskan, kebijakan penyesuaian tarif PPN ini tidak semata-mata soal kenaikan, melainkan harus dilihat dari dua hal. Pertama, tidak semua barang dan jasa dikenakan PPN. Barang kebutuhan pokok seperti beras, jagung, sagu, kedelai, garam, daging, telur, susu, buah-buahan dan sayur-sayuran serta jasa pelayanan kesehatan, jasa pelayanan sosial, jasa keuangan, jasa asuransi, jasa pendidikan, jasa transportasi umum, dan jasa ketenagakerjaan, dibebaskan dari pengenaan PPN. "Artinya kebutuhan rakyat banyak tidak terpengaruh oleh kebijakan ini," ujar Dwi kepada Kontan.co.id, Selasa (26/11). Kedua, kata Dwi, dana yang diperoleh dari kebijakan ini akan dikembalikan kepada masyarakat melalui berbagai program pembangunan dan bantuan sosial, mulai dari Bantuan Langsung Tunai (BLT), Program Keluarga Harapan (PKH), Kartu Sembako, Program Indonesia Pintar (PIP) dan Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah, subsidi listrik, subsidi LPG 3 kg, subsidi BBM, dan subsidi pupuk. Adapun pada 2023, pemerintah telah mengalokasikan Rp 269,59 triliun untuk bantuan sosial dan subsidi tersebut.