Rights issue dan obligasi diprediksi masih akan ramai di tahun 2019



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat pada tahun 2018 lalu total penawaran umum terbatas (PUT) atau rights issue sebesar Rp 35,45 triliun dari 28 emiten yang menjalankan aksi korporasi tersebut. Angka tersebut masih cukup rendah jika dibandingkan dengan tahun 2017 sebesar Rp 67,12 triliun.

OJK mencatat untuk penerbitan obligasi tahun 2018 sebesar Rp 114,18 triliun. Angka ini masih lebih rendah daripada tahun 2017 sebesar Rp 156,71 triliun.

Kendati demikian aksi PUT maupun obligasi masih akan kembali ramai di tahun 2019 ini. OJK pun menargetkan fundraising di pasar modal tahun 2019 mencapai Rp 200 triliun sampai Rp 250 triliun.


Menanggapi kondisi tersebut, I Gede Nyoman Yetna, Direktur Bursa Efek Indonesia (BEI) masih optimistis di tahun 2019 penghimpunan dana di pasar modal masih akan ramai dan lebih baik setiap tahunnya. Tahun politik pun diperkirakan tidak akan terlalu menghambat karena sebelumnya di tahun politik pasar modal masih menunjukan tren positif.

Di sisi lain BEI terus menggalakkan emiten untuk melakukan aksi korporasi di tahun 2019. Salah satunya dengan melakukan pembinaan kepada para emiten dengan hearing dan diskusi. “Ini (aksi korporasi) kebijakan strategis dari manajemen, kami tidak bisa memaksakan. Dia mau kemana, mereka yang punya keputusan. Kami memfasilitasi apa yang mereka rencanakan bisa dilaksanakan sebatas kewenangan bursa,” ujar Nyoman akhir pekan lalu.

Pihaknya juga terus melakukan pemetaan bagi para emiten melihat kinerja emiten, kemampuan emiten baik yang masuk dalam kuadran performa terbaik maupun kuadran performa terburuk.

“Dari sini kami lihat mana yang tidak melakukan aksi koporasi dan menambah jumlah saham. Karena banyak yang minat. Ini memudahkan mereka untuk tumbuh. Kami panggil mereka untuk adakan diskusi dan lihat aksi korporasi apa yang tepat,” ujar Nyoman.

Beberapa emiten pun masih akan mencari pendanaan untuk tumbuh. Sebut saja PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) yang masih akan menjaring dana hingga Rp 14 triliun.

Direktur Keuangan BBTN, Iman Nugroho Soeko mengatakan, pendanaan yang akan dipilih tahun 2019 ini masih berupa utang. Menurut dia, saat ini BBTN masih belum memerlukan pendanaan dari ekuitas di tengah kondisi suku bunga acuan yang cukup tinggi ini.

“Jadi masih ke produk lain, seperti yang pertama sekuritisasi KPR sintetik, itu karena ratingnya 1 notch di atas rating corporate BBTN jadi bisa hemat sedikit di besaran kuponnya,” ujar Iman Kepada Kontan, akhir pekan lalu.

Selain itu metode pendanaan lain yang akan dilkukan adalah melalui pinjaman sindikasi dalam bentuk dollar Amerika Serikat karena menurutnya saat ini bunga dari sindikasi masih relatif murah dan bisa digunakan sebagai bantalan (cushion) likuiditas oleh secondary reserve menggantikan dana pihak ketiga (DPK) yang saat ini cukup mahal.

Sekadar informasi saja, Bank Indonesia (BI) di sepanjang tahun 2018 lalu sudah mengerek suku bunga acuan BI atau BI 7-days reverse repo rate (BI7DRRR) sebanyak 175 bps ke level 6%.

“Serta pinjaman bilateral rupiah untuk menjaga LCR dan NSFR. Obligasi kami pertimbangkan jika tingkat bunga pasar sudah cenderung flat dan stabil,” ujar Iman.

Di sisi lain, PT Waskita Karya Tbk (WSKT) justru masih akan menggunakan internal kas untuk pembiayaan di tahun 2019. Itu karena adanya pencairan sejumlah dana di akhir tahun 2018 lalu.

Direktur Keuangan WSKT, Harris Gunawan mengatakan, untuk kebutuhan pendanaan di semester II 2019, pihaknya masih akan menunggu kondisi pasar modal dalam negeri. “Penerbitan bond akan kami siapkan untuk reprofiling loan WSKT. Pertimbangan wait and see di semester I 2019 karena suku bunga pasar,” kata Harris kepada Kontan, akhir pekan lalu.

Reprofilling lebih menekankan untuk pembiayaan investasi jangka panjang. Sebagian pinjaman juga masih digunakan dari perbankan. “Kami lagi kaji untuk penerbitan perpetual bond. Pencatatannya di ekuitas,” ujar Harris. Sayang pihaknya enggan menyebutkan jumlah dana yang diincar dari aksi tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati