KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penghimpunan dana melalui penambahan modal dengan memberikan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) alias
rights issue maupun Tanpa Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (THMETD) alias
private placement ramai menjelang tutup tahun 2024. Aksi ini dilakukan emiten dengan beragam tujuan. Mulai dari pencarian dana untuk modal kerja, jalan masuk bagi investor baru, konversi utang, hingga pelaksanaan program kepemilikan saham manajemen & karyawan alias MESOP. Sejumlah emiten sedang dalam proses pelaksanaan
rights issue maupun
private placement. Di sisi lain, ada juga yang sudah merealisasikan aksi korporasi ini di kuartal IV-2024. Sebagai contoh, ada PT Net Visi Media Tbk yang kini telah berubah nama menjadi PT MDTV Media Technologies Tbk (NETV). Perubahan nama ini sejalan dengan pergantian pengendali NETV ke tangan PT MD Entertainment Tbk (FILM) lewat
private placement yang dilaksanakan pada 25 Oktober 2024.
Dalam
private placement ini NETV menerbitkan sebanyak 29,63 miliar saham Seri B. FILM melakukan penyetoran dengan jumlah 25,22 miliar saham, yang kemudian menjadi pengendali dan pemegang saham mayoritas NETV dengan total kepemilikan 80,05%. FILM turut melakukan aksi serupa. Pada 8 November 2024, FILM melaksanakan
private placement sebanyak 170,24 juta saham dengan harga pelaksanaan Rp 2.834 per saham, yang diambil bagian oleh PT Samuel International.
Baca Juga: Pak Prabowo, Kebijakan PPN 12% Bakal Bawa Dampak Negatif ke Emiten Konsumer Private placement juga akan dilakukan oleh PT Merdeka Battery Materials Tbk (MBMA), yang bakal mengeluarkan hingga 10,79 miliar saham atau paling banyak 10% dari jumlah saham yang telah ditempatkan dan disetor penuh. Sementara itu, PT Sarana Menara Nusantara Tbk (TOWR) akan menggelar
rights issue. Emiten menara telekomunikasi dari Grup Djarum ini menerbitkan hingga 4,99 miliar saham dengan harga pelaksanaan Rp 900 per saham. Dus, nilai emisi dari aksi ini mencapai Rp 4,49 triliun. Masih dari Grup Djarum, sebelumnya PT Global Digital Niaga Tbk (BELI) alias Blibli telah melakukan
private placement sebesar 4,9 miliar saham dengan harga pelaksanaan Rp 460 per saham. PT Lingkarmulia Indah yang merupakan pihak terafiliasi Blibli menjadi pembeli saham baru hasil
private placement yang dilaksanakan pada 22 Oktober 2024 tersebut. Bergeser ke Grup Bakrie, ada PT Bakrie & Brothers Tbk (BNBR) yang akan melakukan
private placement untuk melakukan konversi sebagian utang kepada Eurofa Capital Investment Inc. dan Silvery Moon Investment Ltd. Masih di Grup Bakrie, PT Bumi Resources Tbk (BUMI) melakukan
private placement sebagai bagian dari pelaksanaan atas obligasi wajib konversi. Dari grup konglomerasi lainnya, ada emiten tambang dari Grup MNC, PT MNC Energy Investments Tbk (IATA) yang bakal menggelar rights issue dengan menerbitkan hingga 20,19 miliar saham seri B. Di samping sejumlah emiten tersebut, beberapa emiten yang menggelar
private placement di penghujung tahun ini adalah PT Logindo Samudramakmur Tbk (LEAD), PT Golden Eagle Energy Tbk (SMMT), PT Waskita Beton Precast Tbk (WSBP), dan PT Cashlez Worldwide Indonesia Tbk (CASH). Sedangkan emiten yang melakukan
rights issue antara lain PT Lippo Cikarang Tbk (LPCK), PT Habco Trans Maritima Tbk (HATM) dan PT Communication Cable Systems Indonesia Tbk (CCSI). Praktisi Pasar Modal, Agus Pramono menilai aksi
rights issue dan
private placement yang ramai dilakukan pada akhir tahun 2024 bisa dipandang sebagai persiapan emiten untuk menghadapi tahun 2025. Di samping mengantisipasi potensi ketidakpastian, aksi ini menjadi strategi emiten agar secara korporasi dan permodalan bisa lebih siap menjalankan rencana-rencana bisnisnya pada tahun depan. "Aksi korporasi ini tergantung kebutuhan perusahaan. Tetapi saya lihat banyak perusahaan memanfaatkan momentum yang ada sebelum tahun depan," ungkap Agus kepada Kontan.co.id, Minggu (17/11). Direktur Reliance Sekuritas Indonesia Reza Priyambada melihat hal serupa. Emiten mengeksekusi atau memulai proses
rights issue maupun
private placement di penghujung tahun ini sebagai persiapan menghadapi tahun depan. "Sehingga tinggal implementasi dari hasil perolehan dana tersebut," kata Reza.
Vice President Marketing,
Strategy and Planning Kiwoom Sekuritas Indonesia, Oktavianus Audi mengamati pendanaan melalui aksi
rights issue terbilang lebih ekonomis dan fleksibel. Apalagi di tengah masih tingginya tingkat suku bunga, pendanaan lewat
rights issue bisa menjaga rasio l
everage yang cukup sehat bagi emiten. Di sisi lain, aksi
private placement di tengah kondisi suku bunga tinggi juga dapat menjadi sinyal emiten membutuhkan pendanaan. "Aksi
private placement pada investor strategis menjadi pilihan yang lebih baik dibandingkan pendanaan perbankan dengan
interest saat ini," imbuh Audi.
Head of Investment Heksa Solution Insurance Agung Ramadoni menimpali, pelaksanaan
rights issue dan
private placement pada akhir tahun kemungkinan dilakukan emiten untuk memanfaatkan potensi
window dressing. Hanya saja, kondisi pasar saham yang sedang tertekan menjadi tantangan aksi ini bisa menjadi sentimen signifikan yang mengangkat harga saham emiten. Agung juga mengingatkan agar investor makin selektif, dengan memperhatikan rencana penggunaan dana serta rencana kerja emiten yang menggelar
rights issue maupun
private placement. Founder Stocknow.id Hendra Wardana mengamini, situasi pasar saham saat ini yang tercermin dari tekanan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), cukup menantang bagi aksi korporasi emiten untuk menggerakkan harga sahamnya.
Baca Juga: Emiten Jalan Tol Belum Ngebut per Kuartal III, Cek Rekomendasi Sahamnya Meski IHSG berpotensi kembali menanjak di akhir tahun, tapi volatilitas masih terbuka. Dengan begitu, respons pelaku pasar terhadap aksi ini akan bervariasi. "Tergantung prospek sektor dan tujuan penghimpunan dana. Saham dengan prospek bisnis jelas atau dukungan investor besar cenderung lebih menarik di mata investor," kata Hendra. Hendra menyarankan, cermati pergerakan saham emiten sebelum dan sesudah pengumuman aksi korporasi. Menurut dia, biasanya saham yang mengalami akumulasi sebelum
rights issue memiliki peluang kenaikan lebih tinggi setelah pelaksanaannya.
Equity Analyst Indo Premier Sekuritas Dimas Krisna Ramadhani justru menilai aksi korporasi yang ramai dilakukan oleh emiten bisa menambah peluang bagi pelaku pasar untuk mendulang keuntungan. Termasuk di tengah kondisi pasar saham yang tertekan dalam tiga bulan terakhir. Dimas menyarankan pelaku pasar mengambil kesempatan pada emiten yang punya tujuan jelas untuk berekspansi melalui
rights issue maupun
private placement. Bersamaan dengan itu, perhatikan tren jangka menengah dan jangka panjang dari saham tersebut. "Apabila aksi korporasi tersebut akan berdampak signifikan terhadap kinerja bisnisnya, seharusnya harga saham pun menunjukkan hal serupa. Pasar sudah atau akan mengantisipasi aksi korporasi tersebut terhadap kinerja bisnis yang tercermin pada pergerakan sahamnya," jelas Dimas. Di antara saham yang menggelar
rights issue maupun
private placement di akhir tahun ini, Hendra menjagokan saham MBMA dan TOWR. Hendra menyarankan
buy on weakness MBMA di posisi Rp 500 untuk target Rp 615, dan TOWR di level Rp 670 untuk target harga Rp 800. Agung juga merekomendasikan
buy on weakness MBMA dan TOWR. Sementara Reza melirik saham MBMA, FILM, SMMT, HATM dan BUMI. Sedangkan Certified Elliott Wave Analyst Master Kanaka Hita Solvera Daniel Agustinus menyarankan
buy on weakness BUMI untuk target harga Rp 180 per saham.
Baca Juga: PPN 12% Resmi Berlaku Tahun Depan, Cermati Efeknya ke Saham Konsumer Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Tri Sulistiowati