KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Summarecon Agung Tbk (
SMRA) bakal menggelar rights issue. Emiten properti ini berencana melepas sebanyak-banyaknya 3,61 miliar saham atau setara 25% dari modal ditempatkan dan disetor penuh. Analis Ciptadana Sekuritas Yasmin Soulisa menilai, lewat rights issue tersebut, SMRA akan mampu memperbaiki balance sheet mereka. Selain itu, rights issue juga akan memberi dampak positif bagi net gearing SMRA dan akan turun dari level 1,68x per akhir September 2020. “Namun, rights issue biasanya memberikan harga diskon jika dibandingkan harga saham yang berlaku. Hal ini pada akhirnya bisa berdampak negatif pada saham SMRA. Jika menggunakan harga rata-rata 3 bulan terakhir, harga rights issue kemungkinan akan berada di Rp 809 per saham,” kata Yasmin kepada Kontan.co.id, Senin (1/3).
Sementara analis CGS CIMB Aurelia Barus dan Michael Audie dalam risetnya pada 23 Februari mengatakan, rights issue tersebut akan memberi dampak positif bagi SMRA, khususnya pada sisi tingkat utang. Pasalnya, SMRA menjadi salah satu perusahaan properti dengan tingkat gearing yang paling tinggi dibanding peers. Pada sembilan bulan pertama tahun 2020, jumlah saldo utangnya mencapai Rp 9,7 triliun dengan gross gearing sebesar 1,3x.
Baca Juga: Summarecon (SMRA) Mau Menggelar Rights Issue, Sebagian untuk Melunasi Utang CGS CIMB memperkirakan, pada akhir 2021 total utang akan turun menjadi Rp7,4 triliun dengan gross gearing 0,9x. Jumlah tersebut masih lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan sejenis yang hanya 0,26x - 0,53x. Akan tetapi, melalui right issue, SMRA berpotensi menurunkan rasio gearingnya menjadi 0,5x atau in line dengan peers. “Dalam melakukan kalkulasi tersebut, kami menggunakan asumsi harga rights issue sebesar Rp 809 per saham dan 50% dari hasil rights issue akan dialokasikan untuk pembayaran utang. Jika asumsi ini terealisasi, akan berpotensi memberi dampak pada valuasi saham SMRA pada tahun ini,” tulis Aurelia dan Michael dalam risetnya. Adapun, SMRA pada 2020 berhasil membukukan marketing sales sebesar Rp 3,3 triliun. Yasmin bilang, perolehan tersebut melebihi proyeksi dari Ciptadana yang sebesar Rp 2,5 triliun. Penjualan di Serpong masih mendominasi sebesar Rp 1,27 triliun atau 39,8% dari keseluruhan. Kemudian disusul oleh Summarecon Bogor sebesar 19,6% dan Bekasi sebesar 17,5%. Berdasarkan segmentasi proyek, landed house masih menjadi kontribusi terbesar dengan sebanyak 69,5% dari total marketing sales. Lalu, shoplots sebesar 16,4%, apartments 9,2%, land plots 4,8%, dan perkantoran & komersial sebesar 0,1%. “Di tengah kondisi yang kurang baik, hasil penjualan SMRA pada tahun lalu tentu cukuplah baik. Kendati begitu, kami melihat industri properti pada tahun masih akan tetap menantang sehingga SMRA harus melanjutkan strategi pemasaran daring dan lebih banyak promosi untuk mendorong pertumbuhan penjualan tahun ini,” kata Yasmin. Sementara Aurelia dan Michael melihat SMRA memasang target penjualan yang terlalu konservatif menyambut tahun ini. Asal tahu saja, SMRA pada 2021 mematok marketing sales mencapai Rp 3,5 triliun. Jumlah tersebut juga ditambah dengan penjualan di Bogor yang tertunda pada tahun lalu sebesar Rp 550 miliar. Artinya, target SMRA hanya sebesar RP 3 triliun. Sementara, CIGS CIMB memperkirakan SMRA berpotensi membukukan penjualan mencapai Rp 3,9 triliun dan di luar penjualan Bogor yang tertunda. Pertimbangannya adalah, pada 2020, SMRA berhasil mengangtongi penjualan Rp 1,7 triliun dari investoris, padahal pandemi Covid-19 melanda. “Oleh karena itu, pada tahun ini, dengan vaksin yang mulai didistribusikan, kami melihat SMRA bisa membukukan penjualan dari investoris yang lebih tinggi, atau setidaknya sama dengan tahun lalu. Apalagi, proyeks baru yang diluncurkan bisa menghasilkan Rp 2,3 triliun - Rp 2,5 triliun,” imbuh Aurelia dan Michael. Sementara pada tahun ini, Ciptadana memproyeksikan top line SMRA akan tumbuh 8,6% menjadi Rp 4,79 triliun dari Rp 4,41 triliun.
Baca Juga: Sebagian hasil rights issue Summarecon Agung (SMRA) digunakan untuk bayar utang Kenaikan ini didorong oleh serah terima proyek yang lebih banyak dan perbaikan dalam penyewaan. Sedangkan, dari sisi bottom line juga akan naik sangat signifikan menjadi Rp 205 miliar seiring tahun lalu berada di
low base yakni Rp 12 miliar. Yasmin memberikan rekomendasi hold untuk SMRA dengan target harga Rp 900 per saham. Seiring belum ada detail lebih lanjut soal right issue SMRA, CGS CIMB juga memberikan rekomendasi Hold dengan target harga Rp 880 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi