JAKARTA. Perusahaan eletronik terkemuka asal Belanda, Philips, merilis hasil survei kesehatan dan kesejahteraan (Philips Index for Health and Wellbeing), Selasa (14/12) di Jakarta. Philips Index 2010 telah serentak dilakukan di 30 negara termasuk Indonesia guna mengukur persepsi masyarakat atas kesehatan dan kesejahteraan hidupnya. Menurut Robert Fletcher, Presiden Direktur Philips Indonesia, Philips Index 2010 menjadi alat Philips untuk mendekatkan diri kepada konsumen dan menggali apa yang dibutuhkan oleh pasar. "Ini akan menjadi panduan kami untuk memberikan solusi yang lebih baik di masa depan", ujar Fletcher.Philips Index 2010 menemukan bahwa masyarakat Indonesia khawatir akan penurunan fungsi penglihatan dalam 5 tahun mendatang. Menurut Rini Mahendrastari, Pakar kesehatan mata, kekhawatiran ini sangat wajar terutama jika dikaitkan dengan perkembangan teknologi yang sangat kencang beberapa tahun terakhir ini. Cara menggunakan komputer yang salah dan pencahayaan yang kurang baik menjadi salah penyebab turunnya fungsi penglihatan manusia. "Philips seharusnya buat lampu yang cahayanya tidak merusak mata", kata Rini.Menurut Teguh Eko Purwanto, General Manager Healthcare, Philips Indonesia, tak bisa dipungkiri, hasil Philips Index 2010 ini sangat terkait dengan bisnis Philips di Indonesia. Survei ini merupakan rangkaian strategi untuk melakukan inovasi produk di masa depan. "Ini bakal jadi panduan kita untuk melakukan inovasi produk", kata Teguh kepada KONTAN.Teguh mencontohkan salah satu hasil dari Philips Index 2010 menunjukkan bahwa cahaya lampu dapat mempengaruhi suasana hati seseorang. Hasil ini tidak mustahil akan mendorong Philips untuk berinovasi menciptakan lampu dengan desain dan cahaya yang unik sehingga menenteramkan hati para penggunanya.Jelas terlihat bahwa survei ini sangat kental dengan muatan strategi bisnis Philips di Indonesia. Apalagi, menurut Priyo Prihandono, Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI), metodologi survei ini kurang tepat untuk mengukur derajat kesehatan masyarakat. "Karena itu, kesimpulan dari survei ini cukup bias", kata Priyo.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Rilis indeks kesehatan, Philips siap inovasi produk
JAKARTA. Perusahaan eletronik terkemuka asal Belanda, Philips, merilis hasil survei kesehatan dan kesejahteraan (Philips Index for Health and Wellbeing), Selasa (14/12) di Jakarta. Philips Index 2010 telah serentak dilakukan di 30 negara termasuk Indonesia guna mengukur persepsi masyarakat atas kesehatan dan kesejahteraan hidupnya. Menurut Robert Fletcher, Presiden Direktur Philips Indonesia, Philips Index 2010 menjadi alat Philips untuk mendekatkan diri kepada konsumen dan menggali apa yang dibutuhkan oleh pasar. "Ini akan menjadi panduan kami untuk memberikan solusi yang lebih baik di masa depan", ujar Fletcher.Philips Index 2010 menemukan bahwa masyarakat Indonesia khawatir akan penurunan fungsi penglihatan dalam 5 tahun mendatang. Menurut Rini Mahendrastari, Pakar kesehatan mata, kekhawatiran ini sangat wajar terutama jika dikaitkan dengan perkembangan teknologi yang sangat kencang beberapa tahun terakhir ini. Cara menggunakan komputer yang salah dan pencahayaan yang kurang baik menjadi salah penyebab turunnya fungsi penglihatan manusia. "Philips seharusnya buat lampu yang cahayanya tidak merusak mata", kata Rini.Menurut Teguh Eko Purwanto, General Manager Healthcare, Philips Indonesia, tak bisa dipungkiri, hasil Philips Index 2010 ini sangat terkait dengan bisnis Philips di Indonesia. Survei ini merupakan rangkaian strategi untuk melakukan inovasi produk di masa depan. "Ini bakal jadi panduan kita untuk melakukan inovasi produk", kata Teguh kepada KONTAN.Teguh mencontohkan salah satu hasil dari Philips Index 2010 menunjukkan bahwa cahaya lampu dapat mempengaruhi suasana hati seseorang. Hasil ini tidak mustahil akan mendorong Philips untuk berinovasi menciptakan lampu dengan desain dan cahaya yang unik sehingga menenteramkan hati para penggunanya.Jelas terlihat bahwa survei ini sangat kental dengan muatan strategi bisnis Philips di Indonesia. Apalagi, menurut Priyo Prihandono, Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI), metodologi survei ini kurang tepat untuk mengukur derajat kesehatan masyarakat. "Karena itu, kesimpulan dari survei ini cukup bias", kata Priyo.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News