Ringgit Malaysia Keok Mendekati Rekor Terendahnya di 1998, Apa yang Terjadi?



KONTAN.CO.ID - KUALA LUMPUR. Pelemahan nilai tukar ringgit yang sedang berlangsung hampir mendekati rekor terendahnya pada 1998 silam. 

Analis menilai, berlanjutnya pelemahan ekspor Malaysia serta menguatnya dolar AS, mungkin akan mendorong mata uang Negeri Jiran itu melewati level tersebut.

Data yang dihimpun Bloomberg menunjukkan, ringgit Malaysia hanya berjarak sekitar 2% dari angka 4,885 per dolar AS. Ini merupakan posisi terakhir yang terlihat pada tahun 1998, ketika krisis keuangan Asia menghancurkan mata uang kawasan.


Sepanjang 2024, Ringgit telah melemah hampir 4% terhadap mata uang AS.

Jika berhadapan dengan dolar Singapura, nilainya melemah sekitar 2% pada tahun 2024, setelah sebelumnya melemah 6% pada tahun 2023. 

Dolar Singapura diperdagangkan pada level RM 3,555 pada 19 Februari.

“Ada risiko bahwa ringgit akan mencapai titik terendah baru sepanjang masa,” kata Khoon Goh, kepala penelitian Asia di Australia dan New Zealand Banking Group (ANZ).

Dia menambahkan, “Ekspor belum pulih, tidak seperti perekonomian negara-negara Asia lainnya, dan pertumbuhan ekonomi mungkin masih lesu.”

Baca Juga: Malaysia dan Singapura Sepakati Kerja Sama Bangun KEK di Johor

Perekonomian Tiongkok yang terpuruk berdampak buruk pada ekspor negara Asia Tenggara tersebut, yang mengalami penurunan selama 10 bulan berturut-turut pada bulan Desember.

Menurut Bloomberg Intelligence, Meskipun Malaysia masih mengalami surplus transaksi berjalan, rasionya terhadap produk domestik bruto telah turun mendekati level terendah dalam 20 tahun, sehingga membatasi dukungan terhadap mata uang tersebut.

Data perdagangan untuk bulan Januari akan dirilis pada 20 Februari.

Meski demikian, Goh memperkirakan ringgit akan menguat pada akhir tahun 2024 seiring dengan meningkatnya momentum pertumbuhan ekonomi Malaysia.

Baca Juga: Para Menteri Luar Negeri ASEAN Cemas Atas Ketegangan di Laut China Selatan

ANZ melihat mata uang tersebut bakal pulih ke level RM 4,45 per dolar AS di akhir tahun mendatang.

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie