Berangkat dari ketertarikan terhadap batik, Sancaya Rini mengikuti kursus cara pembuatannya. Setelah itu, dia berinisiatif memberikan pelatihan seputar pengetahuan membatik. Dari sinilah kemudian terbersit ide mendirikan Creative Kanawida. Hasilnya, aneka batik kontemporer laku dijual dengan harga tinggi.Dulu Sancaya Rini tak pernah membayangkan bisa eksis di bisnis batik seperti saat ini. Semula dia hanya tertarik pada kain. Saking berminatnya, perempuan berusia 51 tahun ini gemar mengoleksi aneka batik, mulai dari batik kuno hingga modern.Kecintaan Rini terhadap batik menurun dari neneknya yang seorang pembatik. Tapi, sang nenek tidak membuat batik untuk tujuan komersial, melainkan untuk keperluan keluarga saja. Namun, Rini baru bisa membatik setelah beranjak dewasa. Ketertarikan dia pada kegiatan membatik muncul setelah hijrah ke kota Jakarta.Maklum, sebelumnya, selama bertahun-tahun Rini tinggal di Lhokseumawe, Aceh, mengikuti tugas suami. Kala itu, suaminya bekerja sebagai seorang peneliti di laboratorium pada departemen milik pemerintah.Tahun 1999, pasangan tersebut hijrah ke Jakarta karena suami Rini harus pindah kerja ke perusahaan minyak dan gas. Di Jakarta Rini merasakan suasana berbeda. Apalagi, saat keempat anaknya menginjak dewasa dan bersekolah atau bekerja di luar kota.Asal Anda tahu, sejak menikah Rini memutuskan menjadi ibu rumah tangga dan mengurus empat anaknya. "Untuk menghilangkan rasa kesepian tersebut, saya iseng-iseng belajar membatik," ujar perempuan lulusan Fakultas Pertanian Universitas Gajah Mada (UGM) ini.Rini mengikuti kursus membatik singkat di Museum Batik di Tanah Abang, Jakarta Pusat. Selanjutnya, dia mengasah sendiri keterampilan ini. Setelah mampu membatik, muncul keinginan Rini menularkan kemampuan barunya tersebut. Pada 2005, bersama dengan kakak kandung, dia membuka kursus membatik bagi para pemuda di sekitar rumahnya, di kawasan Pamulang, Tangerang.Namun, tawaran mengajar membatik yang disodorkan Rini bertepuk sebelah tangan. Ternyata, tak mudah mengajak para pemuda belajar membatik meskipun gratis.Akhirnya, Rini melakukan pendekatan langsung kepada para pemuda tersebut.Hasilnya ada 20 pemuda yang bersedia belajar membatik di rumahnya. Banyak di antara peserta membatik yang putus di tengah jalan. "Hanya sisa lima orang yang tekun belajar," kata Rini.Lima pemuda itulah yang menjadi pengantar niat Rini berbisnis batik. Dia memutar otak bagaimana cara agar kelima pemuda tersebut dapat memanfaatkan keterampilannya secara komersial.Akhirnya, Rini meresmikan bengkel belajar batiknya menjadi sebuah tempat produksi. Kebetulan, batik karya Rini sudah ada yang meminati, yakni teman-teman dekat sendiri.Dia pun memproduksi aneka kain batik dengan motif ciptaannya dalam jumlah lebih banyak. Motif ciptaan itulah yang kemudian disebut kontemporer.Di awal merintis bisnis, Rini mendapat teguran dari suaminya karena memakai bahan pewarna kimia. Sang suami menjelaskan bahaya memakai pewarna kimia. "Inilah yang menggugah saya mencari pewarna batik alternatif," katanya.Rini bergegas kembali ke Museum Batik untuk mencari informasi. Dari sana, dia mendapat masukan untuk mengganti pewarna kimia dengan pewarna alam. Selanjutnya, Rini mulai coba-coba membuat pewarna alam sendiri di rumahnya.Kini, aneka produk batiknya yang bermerek Creative Kanawida menggunakan pewarna alam. Bahkan, lilin yang digunakan berupa lilin lebah (beeswax), merupakan bahan yang ramah lingkungan.Kain batik buatan Rini dijual dalam bentuk scarf, selendang, kain panjang, serta kemeja. Harga scarf dan selendang berbahan sutera Rp 250.000 - Rp 950.000. Harga kain panjang berbahan sutera Rp 1,3 juta - Rp 2 juta, dan kain panjang berbahan lain Rp 650.000 - Rp 1,2 juta. Adapun harga kemejanya Rp 300.000 - Rp 1,2 juta.Dalam sebulan, kini Rini bisa memproduksi 100 selendang atau 30 kain panjang. Sayang, perempuan berjilbab ini enggan membeberkan secara terbuka jumlah omzet bulanannya. Dia hanya bilang bahwa prospek produk batik nan ramah lingkungan ini sangat cerah di masa depan.(Bersambung)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Rini melakukan pelatihan hingga peduli lingkungan (2)
Berangkat dari ketertarikan terhadap batik, Sancaya Rini mengikuti kursus cara pembuatannya. Setelah itu, dia berinisiatif memberikan pelatihan seputar pengetahuan membatik. Dari sinilah kemudian terbersit ide mendirikan Creative Kanawida. Hasilnya, aneka batik kontemporer laku dijual dengan harga tinggi.Dulu Sancaya Rini tak pernah membayangkan bisa eksis di bisnis batik seperti saat ini. Semula dia hanya tertarik pada kain. Saking berminatnya, perempuan berusia 51 tahun ini gemar mengoleksi aneka batik, mulai dari batik kuno hingga modern.Kecintaan Rini terhadap batik menurun dari neneknya yang seorang pembatik. Tapi, sang nenek tidak membuat batik untuk tujuan komersial, melainkan untuk keperluan keluarga saja. Namun, Rini baru bisa membatik setelah beranjak dewasa. Ketertarikan dia pada kegiatan membatik muncul setelah hijrah ke kota Jakarta.Maklum, sebelumnya, selama bertahun-tahun Rini tinggal di Lhokseumawe, Aceh, mengikuti tugas suami. Kala itu, suaminya bekerja sebagai seorang peneliti di laboratorium pada departemen milik pemerintah.Tahun 1999, pasangan tersebut hijrah ke Jakarta karena suami Rini harus pindah kerja ke perusahaan minyak dan gas. Di Jakarta Rini merasakan suasana berbeda. Apalagi, saat keempat anaknya menginjak dewasa dan bersekolah atau bekerja di luar kota.Asal Anda tahu, sejak menikah Rini memutuskan menjadi ibu rumah tangga dan mengurus empat anaknya. "Untuk menghilangkan rasa kesepian tersebut, saya iseng-iseng belajar membatik," ujar perempuan lulusan Fakultas Pertanian Universitas Gajah Mada (UGM) ini.Rini mengikuti kursus membatik singkat di Museum Batik di Tanah Abang, Jakarta Pusat. Selanjutnya, dia mengasah sendiri keterampilan ini. Setelah mampu membatik, muncul keinginan Rini menularkan kemampuan barunya tersebut. Pada 2005, bersama dengan kakak kandung, dia membuka kursus membatik bagi para pemuda di sekitar rumahnya, di kawasan Pamulang, Tangerang.Namun, tawaran mengajar membatik yang disodorkan Rini bertepuk sebelah tangan. Ternyata, tak mudah mengajak para pemuda belajar membatik meskipun gratis.Akhirnya, Rini melakukan pendekatan langsung kepada para pemuda tersebut.Hasilnya ada 20 pemuda yang bersedia belajar membatik di rumahnya. Banyak di antara peserta membatik yang putus di tengah jalan. "Hanya sisa lima orang yang tekun belajar," kata Rini.Lima pemuda itulah yang menjadi pengantar niat Rini berbisnis batik. Dia memutar otak bagaimana cara agar kelima pemuda tersebut dapat memanfaatkan keterampilannya secara komersial.Akhirnya, Rini meresmikan bengkel belajar batiknya menjadi sebuah tempat produksi. Kebetulan, batik karya Rini sudah ada yang meminati, yakni teman-teman dekat sendiri.Dia pun memproduksi aneka kain batik dengan motif ciptaannya dalam jumlah lebih banyak. Motif ciptaan itulah yang kemudian disebut kontemporer.Di awal merintis bisnis, Rini mendapat teguran dari suaminya karena memakai bahan pewarna kimia. Sang suami menjelaskan bahaya memakai pewarna kimia. "Inilah yang menggugah saya mencari pewarna batik alternatif," katanya.Rini bergegas kembali ke Museum Batik untuk mencari informasi. Dari sana, dia mendapat masukan untuk mengganti pewarna kimia dengan pewarna alam. Selanjutnya, Rini mulai coba-coba membuat pewarna alam sendiri di rumahnya.Kini, aneka produk batiknya yang bermerek Creative Kanawida menggunakan pewarna alam. Bahkan, lilin yang digunakan berupa lilin lebah (beeswax), merupakan bahan yang ramah lingkungan.Kain batik buatan Rini dijual dalam bentuk scarf, selendang, kain panjang, serta kemeja. Harga scarf dan selendang berbahan sutera Rp 250.000 - Rp 950.000. Harga kain panjang berbahan sutera Rp 1,3 juta - Rp 2 juta, dan kain panjang berbahan lain Rp 650.000 - Rp 1,2 juta. Adapun harga kemejanya Rp 300.000 - Rp 1,2 juta.Dalam sebulan, kini Rini bisa memproduksi 100 selendang atau 30 kain panjang. Sayang, perempuan berjilbab ini enggan membeberkan secara terbuka jumlah omzet bulanannya. Dia hanya bilang bahwa prospek produk batik nan ramah lingkungan ini sangat cerah di masa depan.(Bersambung)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News