KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Google, Temasek, dan Bain & Company merilis riset terbaru terkait perkembangan ekonomi digital Indonesia. Dalam riset tersebut, tampak bahwa nilai Gross Merchandise Volume (GMV) ekonomi digital Indonesia diperkirakan terus tumbuh pada tahun-tahun mendatang. Pada 2022, GMV ekonomi digital Indonesia tercatat sebesar US$ 76 miliar atau naik 20% dibandingkan tahun 2021 yakni US$ 63 miliar. Untuk 2023, Google, Temasek, dan Bain & Company memproyeksikan GMV ekonomi digital Indonesia naik 8% menjadi US$ 82 miliar. Setelah 2023, GMV ekonomi digital Indonesia diprediksi kembali tumbuh 15% menjadi US$ 109 miliar pada 2025. Adapun pada 2030 nanti, GMV ekonomi digital nasional diperkirakan melesat di kisaran US$ 210—US$ 360 miliar.
Kontributor utama pendorong ekonomi digital datang dari sektor e-commerce. Lihat saja, pada 2021 lalu sektor e-commerce menyumbang GMV senilai US$ 48 miliar, kemudian naik 20% pada 2022 menjadi US$ 58 miliar, dan diperkirakan kembali tumbuh 7% menjadi US$ 62 miliar pada 2023. Sedangkan pada 2025, GMV sektor e-commerce diprediksi mencapai US$ 82 miliar atau naik 15% dari proyeksi 2023. Tahun 2030 nanti, sektor e-commerce diperkirakan memiliki GMV sekitar US$ 160 miliar.
Baca Juga: Mulai Tahun Depan, E-Commerce Wajib Setor Data-Data Ini kepada BPS Kontribusi e-commerce terhadap ekonomi digital Indonesia jauh di atas sejumlah sektor lainnya. Misalnya, sektor transportasi dan makanan yang pada 2023 diperkirakan memiliki nilai GMV sebesar US$ 7 miliar dan diprediksi tumbuh 13% menjadi US$ 9 miliar pada 2025. Kemudian, sektor media online diproyeksikan menyumbang GMV sebesar US$ 7 miliar pada 2023 dan diperkirakan tumbuh 12% menjadi US$ 8 miliar pada 2025. Ada pula sektor perjalanan online yang diprediksi memiliki GMV senilai US$ 6 miliar dan diperkirakan kembali tumbuh 21% menjadi US$ 9 miliar pada 2025. Riset ini menjelaskan, pertumbuhan ekonomi digital cukup dipengaruhi oleh kenaikan PDB dan inflasi yang diperkirakan akan berangsur normal. “Pertumbuhan ekonomi Indonesia masih diprediksi naik lebih tinggi dibandingkan rata-rata regional dan akan menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi digital,” tulis riset yang diperoleh Kontan, Rabu (1/11). Pasca pencabutan pembatasan mobilitas akibat pandemi Covid-19 pada akhir 2022, terjadi peningkatan kembali aktivitas offline. Berbagai sektor ekonomi digital yang tadinya mengalami pertumbuhan, termasuk pengantaran makanan dan e-commerce, berpotensi mengalami pertumbuhan yang cenderung lambat ketika pandemi berakhir. Namun, layanan perjalanan online tetap mengalami kenaikan pertumbuhan yang menjanjikan, baik dari perspektif permintaan domestik maupun perjalanan bisnis.
Baca Juga: BPS: Penetrasi Internet di Indonesia Naik Pesat dalam 5 Tahun Terakhir Pemain e-commerce, pengantaran makanan, dan transportasi online disebut riset ini telah mengurangi jumlah promosi dan insentif yang mereka tawarkan demi menyeimbangkan pertumbuhan dan profitabilitas. Pertumbuhan mereka melambat setelah konsumen yang sensitive terhadap harga memilih opsi yang lain. “Namun, jumlah pengguna setia masih cukup banyak, sehingga mengimbangi penurunan pertumbuhan pasar dengan kenaikan pertumbuhan pendapatan bersih,” tulis riset tersebut. Lebih lanjut, pihak regulator sangat mempengaruhi arah pertumbuhan sektor utama digital. Di satu sisi, standar dan kerangka pembayaran digital nasional telah membuat adopsi pembayaran digital naik pesat. Di sisi lain, larangan baru terhadap impor e-commerce di bawah US$ 100 untuk mendukung pedagang lokal dapat berdampak negatif pada keseluruhan pasar. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Anna Suci Perwitasari