KONTANAN.CO.ID-JAKARTA. Nasabah kaya atau nasabah affluent masih mengingat soal masa pensiunnya, terutama pengalokasian dana pensiun. Hal ini disebabkan kekhawatiran akan inflasi dan biaya kesehatan di Indonesia sehingga mereka berencana untuk tetap bekerja setelah pensiun. Dalam laporan Riset terbaru HSBC Quality of Life 2024 mengungkapkan bahwa 32% nasabah affluent di Indonesia masih berada di luar jalur perencanaan pensiun yang komprehensif. Penyebabnya adalah masalah dana pensiun yang dibutuhkan dan pengelolaan dana pensiun yang tidak konsisten. Di sisi lain, data dari Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) menyatakan, mencegah pengorganisasian keuangan menjadi salah satu kunci menjaga kesehatan mental dan kebugaran fisik di masa tua. Baca Juga: Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat Menurut temuan riset HSBC Quality of Life 2024, nasabah kelas atas di Indonesia menganggap dana sebesar US$ 340.000 atau Rp 5,37 miliar (1 USD = Rp 15.796) merupakan jumlah ideal untuk memasuki masa pensiun. Yang menarik, 5 dari 10 individu kelas atas di Indonesia berencana untuk tetap bekerja di usia tua. Rencana untuk tetap bekerja di masa pensiun terkait kekhawatiran terhadap sejumlah hal. Kekhawatiran nasabah terbesar kelas atas tidak memiliki dana yang cukup untuk mengatasi penurunan kesehatan fisik dan biaya perawatan kesehatan yang terus meningkat. Mereka juga khawatir inflasi akan mengalahkan nilai dana pensiun yang telah dikumpulkan untuk menikmati masa pensiun yang nyaman, terutama bagi mereka yang akan menyekolahkan anaknya di luar negeri. Lanny Hendra, Direktur Wealth and Personal Banking HSBC Indonesia, mengatakan Riset HSBC Quality of Life 2024 menunjukkan bahwa kelas affluent di Indonesia memiliki kesenjangan antara aspirasi dan kesiapan terkait rencana pensiun mereka.
Riset HSBC: Nasabah Kaya Masih Khawatir Soal Dana Pensiun, Segini Jumlah Idealnya
KONTANAN.CO.ID-JAKARTA. Nasabah kaya atau nasabah affluent masih mengingat soal masa pensiunnya, terutama pengalokasian dana pensiun. Hal ini disebabkan kekhawatiran akan inflasi dan biaya kesehatan di Indonesia sehingga mereka berencana untuk tetap bekerja setelah pensiun. Dalam laporan Riset terbaru HSBC Quality of Life 2024 mengungkapkan bahwa 32% nasabah affluent di Indonesia masih berada di luar jalur perencanaan pensiun yang komprehensif. Penyebabnya adalah masalah dana pensiun yang dibutuhkan dan pengelolaan dana pensiun yang tidak konsisten. Di sisi lain, data dari Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) menyatakan, mencegah pengorganisasian keuangan menjadi salah satu kunci menjaga kesehatan mental dan kebugaran fisik di masa tua. Baca Juga: Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat Menurut temuan riset HSBC Quality of Life 2024, nasabah kelas atas di Indonesia menganggap dana sebesar US$ 340.000 atau Rp 5,37 miliar (1 USD = Rp 15.796) merupakan jumlah ideal untuk memasuki masa pensiun. Yang menarik, 5 dari 10 individu kelas atas di Indonesia berencana untuk tetap bekerja di usia tua. Rencana untuk tetap bekerja di masa pensiun terkait kekhawatiran terhadap sejumlah hal. Kekhawatiran nasabah terbesar kelas atas tidak memiliki dana yang cukup untuk mengatasi penurunan kesehatan fisik dan biaya perawatan kesehatan yang terus meningkat. Mereka juga khawatir inflasi akan mengalahkan nilai dana pensiun yang telah dikumpulkan untuk menikmati masa pensiun yang nyaman, terutama bagi mereka yang akan menyekolahkan anaknya di luar negeri. Lanny Hendra, Direktur Wealth and Personal Banking HSBC Indonesia, mengatakan Riset HSBC Quality of Life 2024 menunjukkan bahwa kelas affluent di Indonesia memiliki kesenjangan antara aspirasi dan kesiapan terkait rencana pensiun mereka.