KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam outlook ekonomi tahun 2019 menyebutkan, risiko perbankan masih terus meningkat terutama risiko kredit. Hal ini tercermin dari Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) naik ke level 10,18% per Oktober 2018. Jumlah tersebut mengalami kenaikan dari periode yang sama tahun lalu sebesar 9,26%. Bila dirinci, ATMR kredit memang tercatat naik cukup tinggi hingga menyentuh 10,29% pada bulan Oktober 2018. Posisi ini lebih tinggi dibandingkan periode Oktober 2017 sebesar 8,55%. Padahal, ATMR operasional dan pasar justru mengalami perbaikan alias menurun ke 10,30% dan 5,42%. Membaik dari tahun lalu masing-masing 12,54% dan 22,06%.
Alhasil, rasio kecukupan modal atau
capital adequacy ratio (CAR) sedikit menyusut. Per Oktober 2018 OJK mencatat CAR perbankan ada di level 23,09% dari tahun sebelumnya 23,54%. Sejumlah bankir yang dihubungi Kontan.co.id sepakat kalau risiko perbankan tengah meningkat dan bisa mempengaruhi permodalan bank untuk mengantisipasi resiko kredit. Wakil Direktur Utama PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) Herry Sidharta menyebut, tahun depan memang CAR BNI akan sedikit susut. Menurut dia, bila per September 2018 posisi CAR BNI ada di level 17,8% maka akhir tahun 2019 bank pelat merah ini setidaknya berekspektasi CAR ada di level 17%. "Hal ini menjadi sejalan dengan prediksi OJK, bahwa CAR akan sedikit menurun seiring kenaikan tren risiko kredit," ujarnya kepada Kontan.co.id, Rabu (19/12). Bank berlogo 46 ini menyebut, ke depannya, risiko kredit diprediksi sama dengan kondisi seperti tahun 2018 meski ada kecenderungan tekanan kondisi global masih sedikit meningkat. Guna menghadapi hal tersebut, BNI secara konsisten mengantisipasi hal tersebut antara lain dengan selektif dalam pemilihan sektor ekonomi yang memiliki risiko terukur. "Sejalan juga dengan usaha untuk terus melakukan perbaikan ATMR kredit seperti melakukan pemberian
rating untuk debitur maupun pelaksanaan penjaminan kredit segmen tertentu," imbuh Herry. Sementara itu, Direktur Keuangan PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur Tbk (Bank Jatim) Ferdian Timur Satyagraha mengaku terpaan risiko kredit belum akan terlalu membebani Bank Jatim. Sebabnya, per November 2018 CAR Bank Jatim relatif besar mencapai 25,15%. Posisi tersebut sangat jauh dari batas mininum yang ditetapkan OJK ke Bank Jatim sebesar 8%. "Bank Jatim posisi CAR sangat baik 25,15% sangat baik, jauh di atas batas minumum 8%," terangnya. Meski begitu, sama seperti BNI, pihaknya juga memperkirakan CAR bakal menyusut tahun depan sejalan dengan peningkatan risiko kredit. Setidaknya, bank berkode saham BJTM ini memproyeksi CAR Bank Jatim akan ada di kisaran 24,07% di tahun depan.
Hal ini utamanya karena risiko kredit produktif memiliki tren ATMR yang lebih tinggi dibanding jenis kredit lain. Sementara dari sektornya, Ferdian menyebut pertambangan dan konstruksi cenderung memiliki risiko yang lebih tinggi dibandingkan yang lain. Alhasil, pihaknya akan lebih selektif ke depan dalam menyalurkan kredit. Malahan, Bank Jatim memilih untuk tak salurkan kredit ke sektor pertambangan karena risikonya yang tinggi. Hal tersebut dilakukan agar rasio
non performing loan (NPL) Bank Jatim berada di maksimal 3% pada tahun depan. "Tambang tidak masuk, konstruksi masih masuk tapi selektif khusus proyek pemerintah saja," sambungnya. Adapun, hingga November 2018, NPL Bank Jatim tercatat sebesar 4,28%. Perusahaan ini menargetkan rasio NPL maksimal berada pada level 4,34% sampai akhir tahun. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati