Risiko Kredit Naik, Tren Hapus Buku di Perbankan Meningkat



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Potensi pemburukan risiko kredit yang terjadi pada industri perbankan turut berdampak pada tren hapus buku kredit. Beberapa bank mencatat perlu melakukan hapus buku yang lebih besar di periode paruh pertama tahun ini jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Ambil contoh, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) yang secara bank only mencatat hapus buku di semester I-2024 senilai Rp 19,4 triliun, mengutip data presentasi BRI. Sebagai perbandingan, pada periode sama tahun lalu, bank yang dekat dengan wong cilik ini mencatat hapus buku senilai Rp 16,4 triliun.

Secara rinci, aksi hapus buku banyak dilakukan BRI di segmen mikro. Ini tercermin dari hapus buku di segmen tersebut yang mencapai Rp 10,83 triliun. Artinya, hapus buku segmen mikro berkontribusi mencapai 55,82%.


Baca Juga: Biaya Pencadangan Tinggi Hambat Pertumbuhan Laba BRI Pada Semester I-2024

Belum lama ini, Direktur Utama BRI Sunarso mengungkapkan bahwa langkah hapus buku dilakukan setelah bank melakukan beberapa tahap sebelumnya. Dalam hal ini, termasuk langkah restrukturisasi yang dilakukan sesuai dengan ketentuan yang ada.

Ia menambahkan bahwa setelah langkah restrukturisasi tak bisa dilakukan, maka barulah bank melakukan hapus buku. Sunarso menegaskan bahwa hapus buku dilakukan dengan mempertimbangkan pencadangan yang dimiliki bank.

“Di situlah cadangan berbicara, seberapa kuat kita punya cadangan. Sekarang cadangannya BRI terhadap NPL itu lebih dari dua kali jadi itu cukup,” ujarnya.

Di sisi lain, Sunarso juga bilang bahwa hapus buku bukan berarti menghilangkan kewajiban nasabah untuk mencicil. Ia menyebut proses recovery juga terus dilakukan untuk kredit-kredit yang sudah dihapus buku. Di mana, recovery rate BRI secara bank only per Juni 2024 mencapai 49.43%.

Sementara itu, PT Bank Mandiri Tbk juga mencatat kenaikan hapus buku di periode enam bulan pertama 2024. Hingga periode tersebut, hapus buku yang dilakukan bank berkode emiten BMRI ini mencapai Rp 7,37 triliun, naik tipis dari periode sama tahun lalu yang senilai Rp 7,23 triliun.

Secara rinci, bank berlogo pita emas ini mencatat hapus buku di ritel banking berkontribusi paling besar mencapai Rp 5,1 triliun. Sementara, untuk segmen wholesale banking hanya senilai Rp 2,3 triliun.

Di sisi lain, recovery rate dari langkah hapus buku tersebut pun tercatat mengalami penurunan menjadi 41,1%. Padahal, pada periode sama tahun lalu, recovery rate-nya mencapai sekitar 56,9%.

Sama halnya dengan BRI, Direktur Utama Bank Mandiri Darmawan Junaidi pun mengungkapkan bahwa bank juga senantiasa membentuk pencadangan yang memadai. Sampai dengan Juni pihaknya telah menyiapkan pencadangan yang cukup, dengan NPL Coverage ratio bank only di level optimal mencapai 332%.

”Pencapaian ini merupakan hasil dari inisiatif Bank Mandiri yang sangat prudent dan konservatif dalam menjaga kualitas aset di level yang terjaga,” ungkap Darmawan Rabu (31/7).

Tak banyak berbeda, kondisi meningkatnya langkah hapus buku juga dialami dari kalangan bank swasta. Direktur Kepatuhan PT Bank Oke Indonesia Tbk  Efdinal Alamsyah bilang hingga semester I-2024, nilai hapus buku yang dilakukan mencapai Rp 80 miliar untuk kredit tanpa agunan.

Efdinal bilang aksi hapus buku juga bakal dilakukan pada separuh kedua tahun ini untuk kredit komersial dan UMKM. Ia menaksir potensi hapus buku yang bakal dilakukan pada periode ini mencapai Rp 70 miliar.

“Write off sedikit naik dan tpelaksanaannya tergantung rasio NPL secara bankwide dan tergantung masing-masing debitur, misalnya bisnis mereka sudah bangkrut atau tutup sama sekali atau seberapa besar jaminan yang kami pegang,” ujarnya.

Baca Juga: Jual Aset Bermasalah Agar Beban Perbankan Lebih Ringan Kemudian

Sedikit berbeda, Direktur Utama PT Bank CIMB Niaga Tbk Lani Darmawan bilang pihaknya saat ini tak perlu melakukan ekstra hapus buku.

Ia mengklaim kualitas aset CIMB Niaga terjaga dengan NPL 2,1% lebih rendah dari industri.

Ia juga melihat NPL yang dimiliki bank berkode emiten BNGA ini di setiap segmen juga terjaga. Artinya, tidak ada lonjakan berarti di segmen-segmen tertentu Menurutnya, ini bagian dari strategi CIMB Niaga untuk fokus di kualitas yang bagus dalam situasi cost of fund tinggi dan NPL industri yang sedang naik.

“Write off kita sekarang di bawah Rp 1 triliun dan melandai,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi