JAKARTA. Beberapa bankir sudah menyiapkan strategi untuk mengantisipasi risiko likuiditas yang bakal terjadi pada semester II-2017. Hal ini dilakukan dengan menyiapkan alternatif pendanaan non DPK seperti surat utang dan wholesale funding. Iman Nugroho Soeko, Direktur Keuangan dan Treasury Bank BTN berharap nantinya sumber likuiditas selain dari DPK juga berasal dari dana wholesale funding seperti penerbitan obligasi. “Saat ini porsi wholesale funding BTN sebesar 15% dari total DPK,” ujar Iman kepada KONTAN, Senin (5/6). Pada semester 2 2017, bank berkode BBTN ini mengaku masih mempunyai rencana penerbitan obligasi sebesar Rp 3 triliun sampai Rp 5 triliun. Diharapkan hal ini bisa membantu kondisi likuiditas BTN pada tahun ini. Taswin Zakaria, Presiden Direktur Maybank Indonesia juga mengatakan untuk mengantisipasi risiko likuiditas bank masih ada porsi obligasi dan NCD (negotiable certificate of deposit) yang bisa dipakai. “Pelaksanaannya melihat perkembangan biaya dana di pasar dan pertumbuhan kredit,” ujar Taswin kepada KONTAN, Senin (5/6). Senada, Parwati Surjaudaja, Presiden Direktur Bank OCBC NISP juga mengatakan untuk menambah likuiditas bank akan menerbitkan obligasi pada semester 2 2017. “Ini merupakan bagian dari obligasi berkelanjutan tahap 2 2016,” ujar Parwati kepada KONTAN. Terkait berapa rencana penerbitan obligasi ini, Parwati belum merinci. Herwidayatmo, Direktur Utama Bank Panin pernah mengatakan bank masih mempunyai sisa penerbitan obligasi berkelanjutan sebesar Rp 5,8 triliun sampai 2018. “Nampaknya (sebagian dana obligasi) belum (akan digunakan pada semester 2 2017 ini),” ujar Herwid. Sebagai gambaran risiko likuiditas ini terakhir dibahas antara regulator Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan perbankan pada diskusi kelompok terpumpun (FGD) beberapa waktu lalu. Sampai kuartal I 2017, pertumbuhan DPK perbankan memang lebih tinggi dibandingkan dengan kredit. Berdasarkan catatan OJK, pertumbuhan DPK pada kuartal I 2017 sebesar 9,53% secara tahunan atau year on year (yoy). Sedangkan kredit pada kuartal yang sama tumbuh 8,95% secara yoy. OJK mengharapkan pertumbuhan DPK ini bisa dijaga sampai akhir 2017 nanti untuk mengantisipasi melonjaknya permintaan kredit terutama di sektor infrastruktur pada semester 2 2017. Terkait rasio likuiditas sampai kuartal 1 2017 tercatat 89,12% atau turun 48bps secara yoy. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Risiko likuiditas, bankir siapkan dana non DPK
JAKARTA. Beberapa bankir sudah menyiapkan strategi untuk mengantisipasi risiko likuiditas yang bakal terjadi pada semester II-2017. Hal ini dilakukan dengan menyiapkan alternatif pendanaan non DPK seperti surat utang dan wholesale funding. Iman Nugroho Soeko, Direktur Keuangan dan Treasury Bank BTN berharap nantinya sumber likuiditas selain dari DPK juga berasal dari dana wholesale funding seperti penerbitan obligasi. “Saat ini porsi wholesale funding BTN sebesar 15% dari total DPK,” ujar Iman kepada KONTAN, Senin (5/6). Pada semester 2 2017, bank berkode BBTN ini mengaku masih mempunyai rencana penerbitan obligasi sebesar Rp 3 triliun sampai Rp 5 triliun. Diharapkan hal ini bisa membantu kondisi likuiditas BTN pada tahun ini. Taswin Zakaria, Presiden Direktur Maybank Indonesia juga mengatakan untuk mengantisipasi risiko likuiditas bank masih ada porsi obligasi dan NCD (negotiable certificate of deposit) yang bisa dipakai. “Pelaksanaannya melihat perkembangan biaya dana di pasar dan pertumbuhan kredit,” ujar Taswin kepada KONTAN, Senin (5/6). Senada, Parwati Surjaudaja, Presiden Direktur Bank OCBC NISP juga mengatakan untuk menambah likuiditas bank akan menerbitkan obligasi pada semester 2 2017. “Ini merupakan bagian dari obligasi berkelanjutan tahap 2 2016,” ujar Parwati kepada KONTAN. Terkait berapa rencana penerbitan obligasi ini, Parwati belum merinci. Herwidayatmo, Direktur Utama Bank Panin pernah mengatakan bank masih mempunyai sisa penerbitan obligasi berkelanjutan sebesar Rp 5,8 triliun sampai 2018. “Nampaknya (sebagian dana obligasi) belum (akan digunakan pada semester 2 2017 ini),” ujar Herwid. Sebagai gambaran risiko likuiditas ini terakhir dibahas antara regulator Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan perbankan pada diskusi kelompok terpumpun (FGD) beberapa waktu lalu. Sampai kuartal I 2017, pertumbuhan DPK perbankan memang lebih tinggi dibandingkan dengan kredit. Berdasarkan catatan OJK, pertumbuhan DPK pada kuartal I 2017 sebesar 9,53% secara tahunan atau year on year (yoy). Sedangkan kredit pada kuartal yang sama tumbuh 8,95% secara yoy. OJK mengharapkan pertumbuhan DPK ini bisa dijaga sampai akhir 2017 nanti untuk mengantisipasi melonjaknya permintaan kredit terutama di sektor infrastruktur pada semester 2 2017. Terkait rasio likuiditas sampai kuartal 1 2017 tercatat 89,12% atau turun 48bps secara yoy. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News