KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Langkah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memperkuat perbankan tanah air sejalan pelajaran dari krisis perbankan di Amerika Serikat. Regulator telah merilis SEOJK nomor 23/SEOJK.03/2022 mengenai perhitungan ATMR Risiko Pasar guna menerapkan standar Basel III Reform. Lewat beleid itu, perbankan harus menghitung Aset Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) untuk risiko pasar. Hitungan itu akan berpengaruh terhadap Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) alias capital adequacy ratio (CAR) mulai Januari 2024 mendatang. Direktur Utama Bank BJB Yuddy Renaldi mengakui perhitungan baru menggunakan standar Basel III untuk ATMR risiko pasar mulai diimplementasikan mulai 2024. Sedangkan sejak 2023 ini, sudah dimulai untuk risiko operasional dan kredit.
Baca Juga: Pasca Perbankan, Morgan Stanley Nilai Krisis Ekonomi Akan Hantam Sektor Properti “Dengan diimplementasikannya perhitungan baru tersebut kami pun sudah melakukan stress test dan uji skenario. Dimana dengan perhitungan ATMR yang baru kami melihat kondisi permodalan yang dimiliki masih memadai untuk mendukung ekspansi bisnis perseroan maupun mengelola risiko yang ada,” ujarnya kepada KONTAN, Kamis (6/4). Namun demikian, Yuddy menyatakan akan terus meningkatkan permodalan perseroan. Oleh sebab itu, pada rapat umum pemegang saham terakhir, dividen payout Bank BJB secara gradual sudah menurun 49,47%. “Itu untuk pemupukan modal secara organik dari laba ditahan, selain itu terdapat juga rencana penerbitan obligasi untuk additional capital,” tambahnya. Sedangkan Sekretaris Perusahaan Bank BRI Aestika Oryza Gunarto menyatakan beleid terbaru ini tidak akan memberikan dampak signifikan terhadap perhitungan CAR BRI. Ia mengklaim eksposur risiko pasar relatif kecil untuk BRI. “Dari sisi permodalan, saat ini modal BRI masih sangat kuat pasca right issue pembentukan holding ultra mikro pada September 2021 lalu. Maka 2-3 tahun ke depan BRI tidak perlu menambah modal. Justru BRI perlu mengoptimalkan modal dengan cara bertumbuh,” tuturnya kepada KONTAN. Ia menambahkan, risiko pasar yang dihadapi BRI meliputi Risiko Suku Bunga, Risiko Nilai Tukar, Risiko Ekuitas dan Risiko Komoditas. Untuk Risiko Nilai Tukar dan Risiko Suku Bunga dapat berasal dari posisi trading book dan banking book. “Pengukuran risiko pasar di BRI dilakukan secara berkala harian, mingguan, bulanan dan triwulanan antara lain dengan menghitung risiko pasar menggunakan pendekatan metode pengukuran standardized dan pengukuran internal model,” jelasnya. Lalu, melakukan simulasi NII setiap terjadi perubahan suku bunga pasar maupun benchmark rate serta repricing gap atas aset dan liabilitas. Kemudian, BRI mengimplementasikan sistem terintegrasi untuk treasury and market risk, yang digunakan oleh fungsi front office, middle office dan back office. “Dalam manajemen risiko pasar, BRI secara rutin menyelenggarakan forum Risk Management Committee yang membahas profil risiko pasar, market risk issue baik internal maupun eksternal, dan stress testing risiko pasar. Selain itu BRI juga melakukan rapat ALCO yang dilakukan setiap bulan untuk membahas kondisi asset dan liability antara lain maturity profile, interest rate risk, NII simulation, dan pengelolaan Posisi Devisa Neto (PDN),” tambah Aestika. Aestika menyatakan fungsi manajemen risiko pasar terbagi menjadi tiga fungsi yang terdiri dari unit kerja front office (Treasury Business Division), middle office (Market, Portfolio &Enterprise Risk Management Division), dan back office (Payment Operation Division).
Baca Juga: Begini Langkah OJK Terkait Permodalan Bank Setelah Melihat Kegagalan Bank AS “Front office memantau pergerakan harga pasar dan melakukan aktivitas Treasury, menyesuaikan portofolio sesuai dengan arah pergerakan market , middle office menetapkan dan memantau limit risiko pasar, limit transaksi dan secara berkala memastikan data pasar (market price) yang digunakan untuk mark to market (MTM),” tuturnya. Sedangkan back office melakukan settlement dan secara harian dan menetapkan MTM pada akhir hari. Pelaksanaan delegasi kewenangan diwujudkan melalui penetapan limit transaksi secara berjenjang sesuai dengan kompetensi dan pengalaman pekerja.
“Kebijakan, prosedur dan limit risiko pasar telah disusun dan tertuang dalam Pedoman Pelaksanaan Treasury serta Pedoman Pelaksanaan Penerapan Manajemen Risiko Pasar (PPPMRP) dan Ketentuan Penetapan Limit atas Transaksi dan Limit Risiko Pasar Instrumen Keuangan terkait aktivitas Treasury BRI,” katanya. Ia menyatakan limit yang tercantum dalam kebijakan tersebut seperti limit open position untuk trading, limit transaksi dealer, limit cut loss dan stop loss, limit uncommitted credit line, counterparty limit serta limit
value at risk (VaR). “BRI juga melakukan simulasi
stress testing risiko pasar yang bertujuan untuk mengukur potensi risiko pada portofolio yang dimiliki pada kondisi stress. Dalam stress testing, shock dapat berasal dari nilai tukar maupun suku bunga yang berdampak pada eksposur risiko pasar yang mencakup PDN, Surat Berharga kategori Fair Value through Other Comperehensive Income (FVTOCI) dan Fair Value through Profit or Loss (FVTPL),” pungkasnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi