Risiko Refinancing Menghantui Emiten Properti, Simak Prospek Kinerjanya



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Fitch Ratings melihat sejumlah emiten properti dengan pendapatan prapenjualan alias marketing sales yang lemah bakal terancam risiko peningkatan refinancing.

Emiten properti dengan aset hunian di Indonesia yang memiliki prospek marketing sales yang lemah menghadapi peningkatan risiko refinancing dalam 12-18 bulan ke depan.

Sebagai catatan, kinerja keuangan tahun 2023 sejumlah emiten properti masih belum keluar. Namun, menurut catatan Fitch, PT Agung Podomoro Land Tbk (APLN) melaporkan penurunan prapenjualan sebesar 26% secara tahunan pada tahun 2023.


Penurunan ini sebagian besar disebabkan oleh pembatalan penjualan di dua proyek utama, meskipun tren pembatalannya melambat menjelang akhir tahun 2023.

Baca Juga: Pendapatan Pantai Indah Kapuk Dua (PANI) Capai Rp 2,1 Triliun pada 2023

Selain itu, APLN memiliki obligasi tanpa jaminan sebesar US$ 132 juta yang akan jatuh tempo pada tanggal 2 Juni 2024.

“Kami yakin APLN mungkin menghadapi kesulitan dalam mendapatkan dana yang cukup untuk melunasi obligasi tersebut sesuai dengan nilai pokok,” ungkap Fitch dalam riset yang diterima Kontan 28 Februari 2024.

Senasib, PT Alam Sutera Realty Tbk (ASRI) disebut Fitch mencatatkan prapenjualan sebesar Rp1,8 triliun pada tahun 2023. Angka ini jauh lebih rendah dibandingkan target di tahun 2023 yang sebesar Rp 3,2 triliun.

“ASRI mungkin menghadapi kendala pendanaan jika tren ini terus berlanjut, karena hal ini mungkin menunjukkan melemahnya permintaan rumah di kota-kota utama ASRI,” tuturnya.

Baca Juga: Fitch Ingatkan Risiko Refinancing untuk Emiten Properti, Begini Prospek Kinerjanya

Namun, Fitch memproyeksikan marketing sales sebagian besar emiten properti di Indonesia akan tetap stabil pada tahun 2024.

Hal ini didukung oleh tingkat suku bunga yang rendah dan permintaan konsumen yang sehat. Apalagi, dengan didorong oleh minat bank-bank domestik yang terus berlanjut terhadap pertumbuhan pinjaman hipotek.

Risiko negatif dari prospek marketing sales emiten properti dapat disebabkan dari suku bunga yang lebih tinggi akibat inflasi bahan pangan di tengah cuaca buruk yang disebabkan oleh El Nino.

“Atau ada langkah-langkah dari sejumlah otoritas dalam mengelola volatilitas mata uang akibat dampak peristiwa-peristiwa global,” paparnya.

Baca Juga: Ini Sektor Bisnis yang Diramal Paling Cuan di Tahun Naga Kayu

Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas Indonesia Nafan Aji Gusta mengatakan, kedua emiten tersebut masih mengalami penurunan harga saham. Di sisi lain, harga saham keduanya juga tidak begitu likuid.

“Mereka harus bisa meningkatkan kinerja, khususnya dari marketing sales. Caranya, dengan meningkatkan kapasitas dan kapabilitas produk-produk hunian,” kata Nafan kepada Kontan.co.id, Kamis (29/2).

Kedua, ada masalah land bank yang nantinya akan dihadapi semua emiten properti. Akibatnya, mereka mau tidak mau harus bisa mengandalkan recurring income alias pendapatan berulang.

Meskipun begitu, Nafan melihat emiten sektor properti masih prospektif di tahun 2024. Salah satu sentimen positifnya adalah potensi penurunan suku bunga Bank Indonesia (BI) di tahun ini. Penurunan suku bunga bisa meningkatkan permintaan kredit konsumen, baik untuk KPR maupun KPA.

“Tetapi, emiten tetap harus mampu mengombinasikan antara recurring income dengan penjualan aset hunian agar bisa bertahan,” ungkapnya.

Nafan merekomendasikan hold APLN dan ASRI dengan target harga masing-masing Rp 126 per saham dan Rp 160 per saham.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati