Risiko tinggi, bank kurangi kredit ke pertambangan



JAKARTA. Perbankan Tanah Air bakal mengurangi penyaluran kredit ke sektor pertambangan. Pasalnya, harga batubara tengah menurun akan mempengaruhi kinerja pelaku industri batubara. Ditambah lagi, pemerintah juga membatasi ekspor melalui undang-undang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (UU Minerba). Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada Maret 2014, penyaluran kredit ke pertambangan dan penggalian tumbuh 14% dengan nilai Rp 119,21 triliun per Maret 2014, dibandingkan posisi Rp 104,74 triliun per Maret 2013. Adapun porsi kredit pertambangan dan penggalian memang masih kecil yakni 3,5% terhadap total kredit Rp 3.334 triliun per Maret 2014. Meskipun pertumbuhan dan porsi kredit masih rendah, namun tidak seimbang dengan lonjakan nilai kredit bermasalah yakni naik 71% menjadi Rp 2,30 triliun per Maret 2014, dibandingkan posisi Rp 1,34 triliun per Maret 2013. Sedangkan, secara rasio NPL tercatat sebesar 3,49%. Halim Alamsyah, Dewan Komisioner OJK Ex-Officio BI, mengakui, beberapa sektor kredit seperti pertambangan dan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) terjadi kenaikan NPL. Khusus untuk kredit bermasalah pertambangan karena terjadinya gejolak harga yang berpengaruh dari kondisi global. "Sejauh ini masih terjaga di bawah 5%," kata Halim. Taswin Zakaria, Presiden Direktur BII, mengatakan, pihaknya sengaja membatasi penyaluran kredit ke segmen pertambangan seperti batubara karena harganya terus turun. Adapun, bank milik investor Malaysia ini memiliki porsi kredit yang rendah ke sektor tambang yakni hanya single digit dari total kredit BII. "Kami memang sudah membatasi kredit kesana, karena risikonya tinggi," kata Taswin. Sementara itu, Freenyan Liwang, Direktur Utama Bank Sinarmas, menuturkan, pihaknya memiliki dua kategori dalam menyalurkan kredit ke sektor pertambangan. Pertama, menyalurkan ke alat-alat (supply chain) pada segmen pertambangan. Kedua, pemberian kredit untuk tambang, seperti batubara. "Kredit pertambangan sangat kecil sekali, karena kami membiayai kredit alat-alat untuk pertambangan saja," kata Freenyan. Adapun porsi kredit ke sektor tambang hanya satu digit atau di bawah 5%. "Jika omzet turun, tentunya akan mempengaruhi kredit bank, karena itu kami tidak besar ke sana," tambahnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Hendra Gunawan