Risiko turun, harga SUN meningkat



JAKARTA. Data positif dari dalam negeri dan angka credit default swap (CDS) Indonesia yang menurun mendorong kenaikan harga obligasi. Angka CDS untuk obligasi lima tahun terlihat menciut 0,68% ke 220,50, Senin (13/1). Sedangkan CDS surat utang tenor 10 tahun juga turun 0,66% menjadi 290,98.

Kondisi tersebut pun berdampak pada harga rata-rata obligasi yang nampak pada data Indonesia Bond Pricing Agency (IBPA), IGB Clean Price Index naik 1,77 poin menjadi 109,06, Senin (13/1). Reli harga surat utang negara (SUN) seri acuan pun terlihat meningkat, Selasa (14/1). Harga FR0069 tenor lima tahun, misalnya, naik 0,28% menjadi 99,69. SUN seri FR0070 tenor 10 tahun meningkat 0,08% ke 98,45. Sementara, seri FR0068 tenor 20 tahun juga naik 0,2% menjadi 93,39. Dan, hanya SUN seri FR0071 dengan tenor 15 tahun yang turun 0,01% ke 98,75, kemarin.

"Yield obligasi pemerintah berseri fixed rate secara umum turun signifikan sementara indeks harga obligasi meningkat dibandingkan penutupan pekan lalu," kata Tumpal Sihombing, Direktur Utama BondRI. Menurut dia, kenaikan harga obligasi ini karena rupiah yang menguat. Selain itu, data neraca perdagangan juga membaik.


Analis Indonesia Bond Pricing Agency (IBPA) Fakhrul Aufa bilang, aksi asing memborong SUN membuat rupiah membaik. "Meningkatnya kepemilikan asing menyebabkan rupiah di akhir pekan teraperesiasi 0,15% menjadi Rp 12.162 per dollar Amerika Serikat (AS)," kata dia, Senin (13/1). Pada hari Senin pasangan USD/IDR di pasar spot juga masih menguat 0,92% ke level Rp 12.050.

Data Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang (DJPU) Kementerian Keuangan menunjukkan, kepemilikan asing naik 0,48% menjadi Rp 325,42 triliun pada 10 Januari 2014 ketimbang akhir 2013 Rp 323,83 triliun. Porsi asing tersebut mencapai 32,41% dari keseluruhan SBN yang dapat diperdagangkan sekitar Rp 1.003 triliun.

Namun, menurut Fakhrul, aksi beli asing juga karena tingkat risiko berinvestasi di Indonesia yang tercatat lebih rendah dibandingkan negara Asia lainnya.

Data neraca dagang, menurut Fakhrul, menjadi penyebab kenaikan harga obligasi dan tingkat risiko gagal bayar obligasi pemerintah. Tak hanya itu, inflasi Desember 2013 0,55% masih dalam target pemerintah. "Sehingga menjadi pertimbangan dalam rapat Bank Indonesia untuk tetap mempertahankan suku bunga acuan BI rate di 7,5%," tutur Fakhrul.

Tumpal memperkirakan, kenaikan harga obligasi akan berlangsung dalam jangka pendek dan menengah. "Secara umum harga obligasi domestik berpeluang naik dalam sepekan ke depan. Apalagi rupiah konsisten menguat," ujar dia.

Pilihan SUN

Dalam tren kenaikan harga, Tumpal menyarankan, investor melirik seri SUN yang sudah terdiskon cukup dalam seperti FR0062, FR0064 atau FR0065. Khusus seri FR0062, Tumpal merekomendasikan, beli lantaran saat ini sudah terdiskon lebih dari 30%. "Volume outstanding seri ini juga masih cukup besar di pasar sekunder sekitar Rp 12 triliun," jelas dia.

Sementara itu, menurut Tumpal, investor bisa mencermati FR0051 dengan potensi jual. Seri tersebut merupakan satu-satunya instrumen yang menurun di tengah tren kenaikan harga obligasi pemerintah denominasi rupiah. "Saat ini, SUN FR0051 salah satu seri dengan volume outstanding terkecil," kata dia.

Untuk menambah jumlah kepemilikan (upsizing), Tumpal merekomendasikan seri FR0062, FR0064 serta FR0065. Namun Tumpal menyarankan, mengurangi kepemilikan (downsizing) seri FR0051, FR0032 serta FR0038.

Head of Fixed Income BCA Sekuritas Herdi Ranu Wibowo memperkirakan, pada kuartal II-2014, yield SUN cenderung turun dan harga mulai naik seiring membaiknya defisit neraca berjalan dan tekanan inflasi yang mereda. "Ini kesempatan investor masuk ke obligasi karena memberikan imbal hasil yang menarik," ujar dia. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Avanty Nurdiana