JAKARTA. Mantan Menteri Koordinator Perekonomian Rizal Ramli mendesak pemerintah Indonesia merenegosiasi ulang butir-butir substansi dalam ASEAN Economy Community (Masyarakat Ekonomi ASEAN/MEA). Sebabnya, tidak semua komoditas dan jasa Indonesia mampu bersaing secara bebas di pasar ASEAN. Langkah ini harus dilakukan agar bangsa dan rakyat Indonesia tidak dirugikan karena hanya menjadi pasar produk dan jasa negara-negara ASEAN. "Beberapa sektor kita memang kuat, tapi sebagian besar lainnya justru akan terpukul bila kita mengikuti kesepakatan dalam AEC. Harusnya pejabat kita lebih teliti lagi, tidak main tandatangan secara gelondongan," kata Rizal saat berdiskusi di Asean Economy Community 2015, bertema Peran Masyarakat & Mahasiswa dalam Menghadapi AEC 2015, Bandung, Sabtu (1/3/2014). Menurutnya, revisi skema kerja sama dalam AEC hanya bisa dilakukan, bila presiden Indonesia memiliki visi dan karakter kuat. Selain itu, presiden juga harus punya kapasitas dalam memahami dan memecahkan masalah ekonomi. Tanpa persyaratan seperti itu, Indonesia hanya akan jadi 'bulan-bulanan' negara-negara lain, termasuk di kalangan ASEAN sendiri.
Rizal desak kesepahaman pasar bebas ASEAN direvisi
JAKARTA. Mantan Menteri Koordinator Perekonomian Rizal Ramli mendesak pemerintah Indonesia merenegosiasi ulang butir-butir substansi dalam ASEAN Economy Community (Masyarakat Ekonomi ASEAN/MEA). Sebabnya, tidak semua komoditas dan jasa Indonesia mampu bersaing secara bebas di pasar ASEAN. Langkah ini harus dilakukan agar bangsa dan rakyat Indonesia tidak dirugikan karena hanya menjadi pasar produk dan jasa negara-negara ASEAN. "Beberapa sektor kita memang kuat, tapi sebagian besar lainnya justru akan terpukul bila kita mengikuti kesepakatan dalam AEC. Harusnya pejabat kita lebih teliti lagi, tidak main tandatangan secara gelondongan," kata Rizal saat berdiskusi di Asean Economy Community 2015, bertema Peran Masyarakat & Mahasiswa dalam Menghadapi AEC 2015, Bandung, Sabtu (1/3/2014). Menurutnya, revisi skema kerja sama dalam AEC hanya bisa dilakukan, bila presiden Indonesia memiliki visi dan karakter kuat. Selain itu, presiden juga harus punya kapasitas dalam memahami dan memecahkan masalah ekonomi. Tanpa persyaratan seperti itu, Indonesia hanya akan jadi 'bulan-bulanan' negara-negara lain, termasuk di kalangan ASEAN sendiri.