JAKARTA. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil mantan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Rizal Ramli era pemerintahan Presiden Abdurahman Wahid, Senin (22/12). Rizal kali kedua dipanggil untuk dimintai keterangan terkait penyelidikan kasus pemberian Surat Keterangan Lunas (SKL) kepada obligor Bantuan Likuidasi Bank Indonesia (BLBI). Rizal pun memenuhi panggilan tersebut. Usai dimintai keterangan selama sekitar empat setengah jam, Rizal mempertanyakan tujuan pemberian SKL kepada sejumlah obligor BLBI. Menurut Rizal, pada zaman dirinya menjabat sebagai menteri, setiap obligor yang memiliki utang besar kepada Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) harus menyerahkan jaminan pembayaran utang hingga lunas (personal guarantee noted). "Artinya apa, konglomerat yang bersangkutan bertanggung jawab (melunasi utang BLBI) hingga tiga generasi, sampai seluruh kewajibannya terlunasi," kata Rizal di Gedung KPK, Senin. Kendati demikian, setelah pemerintahan Gus Dur diganti dengan pemerintahan Megawati Soekarnoputri, jaminan tersebut dikembalikan kembali kepada obligor tersebut dengan mengeluarkan SKL berdasarkan Inpres Nomor 8 Tahun 2002. Padahal, jaminan itu digunakan untuk menguatkan posisi pemerintah untuk menagih utang. "Memang ada konglomerat yang memenuhi kewajibannya. (Akan tetapi) ada yang bolong-bolong, ada yang jumlahnya tidak memadai," tambah dia. Kendati demikian, Rizal tetap enggan menyebutkan secara gamblang orang yang paling bertanggung jawab dalam pemberian SKL tersebut. Seperti diketahui, dalam mekanisme penerbitan SKL, Megawati mendapat masukan dari Laksamana Sukardi, Menteri BUMN saat itu; Beodiono, Menteri Keuangan saat itu, dan Dorojatun Kuntjoro Jakti, Menteri Kordinator Bidang Perekonomian saat itu. SKL tersebut kemudian menjadi dasar bagi Kejaksaan Agung untuk menghentikan penyidikan (Surat Perintah Penghentian Penyidikan atau SP3) kasus BLBI terhadap sejumlah pengutang. Tercatat beberapa nama konglomerat papan atas, seperti Sjamsul Nursalim, The Nin King, dan Bob Hasan, yang telah mendapatkan release and discharge tersebut dari pemerintah. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Rizal Ramli pertanyakan tujuan penerbitan SKL BLBI
JAKARTA. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil mantan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Rizal Ramli era pemerintahan Presiden Abdurahman Wahid, Senin (22/12). Rizal kali kedua dipanggil untuk dimintai keterangan terkait penyelidikan kasus pemberian Surat Keterangan Lunas (SKL) kepada obligor Bantuan Likuidasi Bank Indonesia (BLBI). Rizal pun memenuhi panggilan tersebut. Usai dimintai keterangan selama sekitar empat setengah jam, Rizal mempertanyakan tujuan pemberian SKL kepada sejumlah obligor BLBI. Menurut Rizal, pada zaman dirinya menjabat sebagai menteri, setiap obligor yang memiliki utang besar kepada Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) harus menyerahkan jaminan pembayaran utang hingga lunas (personal guarantee noted). "Artinya apa, konglomerat yang bersangkutan bertanggung jawab (melunasi utang BLBI) hingga tiga generasi, sampai seluruh kewajibannya terlunasi," kata Rizal di Gedung KPK, Senin. Kendati demikian, setelah pemerintahan Gus Dur diganti dengan pemerintahan Megawati Soekarnoputri, jaminan tersebut dikembalikan kembali kepada obligor tersebut dengan mengeluarkan SKL berdasarkan Inpres Nomor 8 Tahun 2002. Padahal, jaminan itu digunakan untuk menguatkan posisi pemerintah untuk menagih utang. "Memang ada konglomerat yang memenuhi kewajibannya. (Akan tetapi) ada yang bolong-bolong, ada yang jumlahnya tidak memadai," tambah dia. Kendati demikian, Rizal tetap enggan menyebutkan secara gamblang orang yang paling bertanggung jawab dalam pemberian SKL tersebut. Seperti diketahui, dalam mekanisme penerbitan SKL, Megawati mendapat masukan dari Laksamana Sukardi, Menteri BUMN saat itu; Beodiono, Menteri Keuangan saat itu, dan Dorojatun Kuntjoro Jakti, Menteri Kordinator Bidang Perekonomian saat itu. SKL tersebut kemudian menjadi dasar bagi Kejaksaan Agung untuk menghentikan penyidikan (Surat Perintah Penghentian Penyidikan atau SP3) kasus BLBI terhadap sejumlah pengutang. Tercatat beberapa nama konglomerat papan atas, seperti Sjamsul Nursalim, The Nin King, dan Bob Hasan, yang telah mendapatkan release and discharge tersebut dari pemerintah. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News