Rizal Ramli: Usulan DPR mencetak uang Rp 600 T berbahaya



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Usulan Badan Anggaran (Banggar) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI yang menginginkan Pemerintah RI mencetak uang sampai Rp 600 triliun untuk membantu masyarakat yang terdampak Covid-19 menuai polemik. 

Menurut ekonom senior Rizal Ramli usulan tersebut bisa berbahaya. Berdasarkan sejarah, hal serupa pernah terjadi masa Gubernur Bank Indonesia, Jusuf Muda Dalam di era kepemimpinan Presiden Soekarno. Angka inflasi mencapai 1.000%. Rupiah jatuh tidak ada harganya, rupiah dipotong dari 1.000 rupiah menjadi 1 perak, ekonomi Indonesia hancur. 

Lalu pada tahun 1998 saat krisis moneter melanda. Akhirnya pemerintah terpaksa mencetak uang di Australia. Uang Rp 100.000 serupa uang plastik saja. Ternyata uang tersebut dicetak dua kali. Nomor seri yang sama dipakai dua kali. Akhirnya, inflasi naik 68% dan harga-harga turut melambung tinggi. 


Baca Juga: DPR usul BI cetak uang Rp 600 triliun, Gubernur BI: Itu tidak lazim dilakukan

"Jadi, jangan ulangi kesalahan. Di Amerika Latin dan Zimbabwe, banyak sekali negara yang bisanya cetak uang, akibatnya ekonomi mereka hancur, untuk membeli roti saja perlu uang satu kotak," ungkap Rizal Ramli. 

Baca Juga: BI enggan cetak uang untuk tangani Covid-19, Perry Warjiyo: Ora ono kuwi!

Kendati istilah trendinya quantitative easing, pada dasarnya artinya sama-sama cetak uang. Situasi ini berbeda dengan di Amerika Serikat.

Negeri Paman Sam itu tentu tidak ada masalah jika cetak uang karena Amerika bisa menjual dolar di seluruh dunia. Begitu juga Uni Eropa dan Jepang bisa cetak uang lebih daripada yang seharusnya. 

"Misalnya, pertumbuhan uang biasanya 10%, ditingkatkan 3 kali, tidak ada masalah karena Eropa dan Jepang punya cadangan devisa yang besar," paparnya. 

Nah, sementara cadangan devisa Indonesia selama 6 bulan terakhir ada yang berasal dari uang pinjaman selain surplus ekspor.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Markus Sumartomjon