JAKARTA. Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) akhirnya memutuskan untuk memberhentikan RJ Lino dari jabatan Direktur Utama PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II. Pemberhentian ini dilakukan karena kasus dugaan korupsi quay container crane (QCC) tahun 2010. Keputusan tersebut mulai diberlakukan resmi pada hari ini (23/12). “Saya ingin menyampaikan bahwa hari ini saya resmi diberhentikan sebagai Dirut IPC oleh pemegang saham guna konsentrasi menghadapi kasus hukum yang ada di KPK,” ujar RJ Lino, mantan Dirut PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II dalam pesan singkatnya, Rabu (23/12). Meski harus melepas jabatan yang sudah diembannya selama lebih dari 6 tahun terakhir, Lino mengaku meninggalkan posisi ini dengan perasaan yang menyenangkan. Ia malah berharap rekan-rekannya di PT Pelindo II masih tetap semangat untuk bekerja keras, bergembira dan dapat berbuat lebih baik dari sebelumnya. Lino meyakini dengan kemampuan finansial yang dimiliki, PT Pelindo II dapat memberikan kontribusi dalam pembangunan pelabuhan di Indonesia terutama di Indonesia Timur. Program tol laut dapat diwujudkan sehingga bisa menekan biaya logistik. Harga barang di kawasan Indonesia Timur tidak akan jauh berbeda dengan di kawasan Indonesia Barat. “Saya sangat berharap agar semua gonjang-ganjing ini dapat segera berakhir,” imbuhnya. Asal tahu saja, RJ Lino ditetapkan sebagai tersangka sejak akhir pekan lalu. Ia diduga melakukan perbuatan melawan hukum dan menyalahgunakan wewenang dalam kasus dugaan korupsi pengadaan quay container crane (QCC) tahun 2010. Ia dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 dan atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 KUHP. Sebelumnya, Panitia Khusus (Pansus) Pelindo II menelurkan tujuh rekomendasi kepada pemerintah, yakni: (Baca Tujuh rekomendasi Pansus pada kasus Pelindo II) Pertama, Pansus pelindo II sangat merekomendasikan pembatalan perpanjangan kontrak JICT tahun 2015-2038. "Karena terindikasi kuat telah merugikan negara dengan menguntungkan pihak asing," kata Rieke, Kamis (17/12).
RJ Lino diberhentikan sebagai Dirut Pelindo II
JAKARTA. Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) akhirnya memutuskan untuk memberhentikan RJ Lino dari jabatan Direktur Utama PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II. Pemberhentian ini dilakukan karena kasus dugaan korupsi quay container crane (QCC) tahun 2010. Keputusan tersebut mulai diberlakukan resmi pada hari ini (23/12). “Saya ingin menyampaikan bahwa hari ini saya resmi diberhentikan sebagai Dirut IPC oleh pemegang saham guna konsentrasi menghadapi kasus hukum yang ada di KPK,” ujar RJ Lino, mantan Dirut PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II dalam pesan singkatnya, Rabu (23/12). Meski harus melepas jabatan yang sudah diembannya selama lebih dari 6 tahun terakhir, Lino mengaku meninggalkan posisi ini dengan perasaan yang menyenangkan. Ia malah berharap rekan-rekannya di PT Pelindo II masih tetap semangat untuk bekerja keras, bergembira dan dapat berbuat lebih baik dari sebelumnya. Lino meyakini dengan kemampuan finansial yang dimiliki, PT Pelindo II dapat memberikan kontribusi dalam pembangunan pelabuhan di Indonesia terutama di Indonesia Timur. Program tol laut dapat diwujudkan sehingga bisa menekan biaya logistik. Harga barang di kawasan Indonesia Timur tidak akan jauh berbeda dengan di kawasan Indonesia Barat. “Saya sangat berharap agar semua gonjang-ganjing ini dapat segera berakhir,” imbuhnya. Asal tahu saja, RJ Lino ditetapkan sebagai tersangka sejak akhir pekan lalu. Ia diduga melakukan perbuatan melawan hukum dan menyalahgunakan wewenang dalam kasus dugaan korupsi pengadaan quay container crane (QCC) tahun 2010. Ia dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 dan atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 KUHP. Sebelumnya, Panitia Khusus (Pansus) Pelindo II menelurkan tujuh rekomendasi kepada pemerintah, yakni: (Baca Tujuh rekomendasi Pansus pada kasus Pelindo II) Pertama, Pansus pelindo II sangat merekomendasikan pembatalan perpanjangan kontrak JICT tahun 2015-2038. "Karena terindikasi kuat telah merugikan negara dengan menguntungkan pihak asing," kata Rieke, Kamis (17/12).