Robin Li: Terganjal banyak skandal perusak citra Baidu (4)



Robin Li sempat jatuh bangun untuk mengembalikan citra Baidu yang hancur lebur akibat perbuatannya. Sebab, ia menerima tawaran dari Sanlu Group, produsen susu yang mengandung melamin, agar menyaring situs-situs yang dapat merugikan perusahaan ini. Ia juga banyak menerima iklan kesehatan dari dokter gadungan, rumah sakit fiktif, dan apotek tidak terdaftar. Tapi, sistem baru yang diadopsi Baidu secara kualitas menempatkannya sejajar dengan Google.

Sukses Robin Li membangun kerajaan bisnis Baidu bukan tanpa batu sandungan. Ia sempat dituding menjalankan bisnis tanpa etika. Salah satu tuduhannya sangat serius. Dia disebut sebagai komandan dari pembajakan besar-besaran di China. Maklum, awal berdiri, Baidu memang menawarkan situs-situs yang langsung membuat pengguna dapat mengunduh semua lagu dari band atau penyanyi mana pun.

Lihat saja, pada tahun hajatan penawaran saham perdana alias IPO di 2005, sebanyak 25% lalu lintas di Baidu adalah mengunduh lagu-lagu. Namun, setelah kalah di pengadilan melawan raksasa musik EMI di tahun yang sama, Baidu mengurangi link ke situs-situs MP3. Alhasil, pada 2009, Robin mengklaim angka pengunduh tinggal 5%.


Banyak pemilik situs yang juga tidak senang dengan cara Robin menjalankan bisnisnya. Dengan sistem pay for performance, situs-situs harus membayar untuk mendapatkan prioritas penempatan link di Baidu. Mereka lantas membentuk aliansi yang disebut Fanbaidu yang dalam bahasa China berarti anti-Baidu.

Tahun 2008 adalah tahun terberat bagi Robin. Sebab, Baidu banyak diterpa skandal yang merusak citranya sebagai mesin pencari. Sanlu Group, produsen susu yang mengandung melamin, pada September 2008 ternyata membayar Baidu agar menyaring situs-situs yang dapat merugikan Sanlu dari pencarian.

Aib ini terbongkar dari sebuah dokumen internal Baidu yang beredar luas di internet. Dokumen ini beredar luas di kalangan blogger sebelum dimuat oleh Alibaba di situsnya. Baidu dipaksa mengalokasikan waktu yang sangat berharga untuk mengontrol kerusakan imej mereka.

Saat sedang memperbaiki citranya yang hancur lebur, sebulan kemudian, sebuah stasiun televisi milik Pemerintah China menayangkan dua seri pemberitaan tentang iklan kesehatan di Baidu. Berita ini mengungkap, bahwa banyak iklan kesehatan yang ada di Baidu dipasang oleh dokter gadungan, rumah sakit fiktif, dan apotek ilegal.

Stasiun televisi pelat merah itu menyebut, ada batas yang sangat tidak jelas dalam Baidu antara iklan dan hasil pencarian. Ini lantaran iklan hanya diberi label kecil bertuliskan promosi. Tentu saja, ini sangat membingungkan pengguna. Dan praktik ini selalu dihindari Google dan mesin pencari internet lain.

Tiga hari setelah penayangan pemberitaan itu, saham Baidu langsung anjlok 38%. Dalam hitungan hari, Baidu bersumpah akan membuang semua iklan kesehatan yang menipu, yang tiap tahunnya ternyata menyumbang 15% pendapatannya atau sekitar US$ 70 juta per tahun.

Sebuah survei di 2008 juga mengambil kesimpulan bahwa pengguna Baidu menghabiskan waktu dua kali lebih banyak ketimbang pengguna Google sebelum menemukan situs yang dicari. Penyebabnya, Baidu mencampurkan antara iklan dan hasil dari pencarian.

Untuk mengatasi masalah-masalah ini, Robin lalu menjalankan sistem pengiklanan baru yang disebut Sarang Phoenix, yang hanya akan menempatkan iklan pencarian tertentu di kiri atas dan kanan hasil pencarian.

Tetapi, beberapa pengiklan menemukan bahwa dibutuhkan waktu empat kali lebih banyak untuk meraih hasil yang dicapai dibandingkan sistem sebelumnya. Dan, pengguna biasa mengacuhkan iklan di sebelah kanan.

Setelah kejadian itu, Lonnie B. Hodge, ahli pemasaran yang tinggal di China, bilang, Baidu lebih mementingkan menyelamatkan citra mereka daripada sekadar keuntungan. Sistem baru ini menempatkannya secara kualitas sejajar dengan Google.

(Bersambung

Editor: Test Test