KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dalam dunia industri luar angkasa yang semakin kompetitif, SpaceX, di bawah pimpinan Elon Musk, telah menjadi pemain dominan. Namun, di balik kesuksesan SpaceX, terdapat perusahaan-perusahaan lain yang berusaha menantang dominasi tersebut, salah satunya adalah Rocket Lab yang didirikan oleh Sir Peter Beck.
Sejarah Singkat Rocket Lab dan Peter Beck
Peter Beck memulai kariernya dengan latar belakang yang tidak biasa untuk seorang CEO perusahaan bernilai miliaran dolar. Beck dikenal sebagai individu yang selalu bereksperimen dengan roket dan mesin jet sejak muda.
Kecintaannya terhadap teknologi luar angkasa membuatnya mendirikan Rocket Lab, yang kini menjadi salah satu perusahaan luar angkasa terkemuka di dunia. Pada awalnya, Beck berencana bekerja untuk NASA, namun kesulitannya mendapatkan posisi di organisasi tersebut sebagai warga negara asing tanpa gelar universitas mengubah arah hidupnya. Sebagai gantinya, ia memutuskan untuk mendirikan perusahaan sendiri, yang akhirnya menjadi Rocket Lab.
Baca Juga: Dua Astronaut NASA Terjebak di Luar Angkasa Akan Dipulangkan Menggunakan SpaceX Rocket Lab vs. SpaceX: Persaingan di Luar Angkasa
Rocket Lab, dengan roket kecilnya yang disebut Electron, telah berhasil melakukan 50 peluncuran sejak diluncurkan pertama kali. Kini, perusahaan tersebut sedang mempersiapkan peluncuran roket yang lebih besar bernama Neutron, yang diproyeksikan akan diluncurkan pada pertengahan tahun 2025. Neutron dirancang untuk bersaing langsung dengan roket Falcon 9 milik SpaceX. Neutron memiliki dua tujuan utama: pertama, untuk menciptakan keseimbangan di pasar peluncuran roket komersial yang saat ini didominasi oleh Falcon 9, dan kedua, untuk memungkinkan Rocket Lab meluncurkan satelit mereka sendiri ke orbit. Dengan demikian, Neutron diharapkan dapat memberikan alternatif yang lebih terjangkau bagi perusahaan-perusahaan yang membutuhkan peluncuran satelit ke luar angkasa. Di balik keberhasilan dan inovasi yang dicapai SpaceX, Peter Beck mempertanyakan ambisi Elon Musk untuk menjajah Mars. Menurut Beck, misi untuk menciptakan koloni di Mars memerlukan ribuan roket Starship, yang menurutnya tidak realistis dan kurang memiliki nilai pasar yang jelas. Sebaliknya, Beck lebih fokus pada membangun perusahaan luar angkasa yang berkelanjutan dan menguntungkan, tanpa mengejar impian ambisius seperti menjajah planet lain.
Baca Juga: Elon Musk Lakukan Blunder US$13 Miliar, Wall Street Tetap Tertarik Bekerja Sama Tantangan di Industri Luar Angkasa
Meskipun industri luar angkasa komersial telah menunjukkan kesuksesan yang signifikan dalam beberapa tahun terakhir, masih ada tantangan besar yang harus dihadapi. Industri ini dikenal sangat sulit untuk ditembus, dengan banyak perusahaan profil tinggi, seperti Virgin Orbit yang didukung oleh Richard Branson, mengalami kegagalan. Beck menekankan bahwa tantangan terbesar bagi perusahaan luar angkasa adalah kemampuan untuk "menempatkan sesuatu di landasan peluncuran yang berfungsi." Beck menyatakan bahwa industri luar angkasa kini tidak lagi didominasi oleh pemerintah besar dan kontraktor pertahanan besar. Dalam 10 tahun terakhir, kita telah menyaksikan "demokratisasi luar angkasa," di mana perusahaan-perusahaan kecil dan startup kini memiliki kesempatan untuk ikut serta dalam industri ini. Rocket Lab adalah contoh nyata dari perubahan ini, dengan kemampuan mereka untuk bersaing dengan raksasa seperti SpaceX.
Editor: Handoyo .