KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pada tanggal 25 Agustus 2024, terjadi konflik besar antara Israel dan Hezbollah di sepanjang perbatasan selatan Lebanon sejak lebih dari sepuluh bulan terakhir. Hezbollah, kelompok militan yang didukung oleh Iran, meluncurkan ratusan roket dan drone ke wilayah Israel, yang direspons oleh serangan udara Israel menggunakan sekitar 100 pesawat tempur untuk menggagalkan serangan yang lebih besar. Ketegangan ini menimbulkan kekhawatiran akan potensi eskalasi konflik yang lebih luas di kawasan Timur Tengah.
Latar Belakang Konflik
Konflik antara Israel dan Hezbollah bukanlah hal baru. Sejak perang Lebanon pada tahun 2006, kedua belah pihak secara berkala terlibat dalam bentrokan di sepanjang perbatasan. Namun, eskalasi terbaru ini terjadi di tengah ketegangan yang sudah memanas sejak Oktober 2023, ketika Hezbollah mulai meningkatkan aktivitas militernya sebagai respons terhadap situasi di Gaza.
Konflik ini tidak hanya melibatkan Hezbollah dan Israel, tetapi juga berpotensi menarik keterlibatan pihak-pihak lain, termasuk Iran, sebagai pendukung utama Hezbollah, dan Amerika Serikat, yang merupakan sekutu utama Israel. Keterlibatan pihak-pihak ini dapat memperburuk situasi dan berpotensi mengarah pada konflik regional yang lebih luas.
Baca Juga: Hezbollah dan Israel Saling Serang, Terpanas Lebih dari 10 Bulan Konflik Perbatasan Serangan dan Respons
Pada pagi hari tanggal 25 Agustus 2024, Hezbollah meluncurkan ratusan roket dan drone ke Israel. Serangan ini terjadi setelah pembunuhan komandan senior Hezbollah, Fuad Shukr, yang dianggap sebagai pemicu utama serangan tersebut. Israel, yang telah memperkirakan serangan ini, segera merespons dengan melancarkan serangan udara menggunakan sekitar 100 pesawat tempur ke berbagai lokasi di Lebanon selatan. Di Israel, sirene peringatan berbunyi di beberapa kota, termasuk Rishon Letsiyon di pusat Israel, menunjukkan bahwa roket dari Hezbollah telah menembus sistem pertahanan udara Israel. Sebuah proyektil dari Jalur Gaza juga dilaporkan jatuh di area terbuka di Israel, menambah ketegangan yang sudah ada. Hamas, kelompok militan Palestina, mengklaim bertanggung jawab atas peluncuran roket tersebut.
Dampak dan Potensi Eskalasi
Serangan ini menyebabkan kerusakan di kedua belah pihak. Di Lebanon, tiga orang tewas, sementara di Israel, satu korban jiwa dilaporkan. Kedua belah pihak menunjukkan keinginan untuk menghindari eskalasi lebih lanjut, namun pernyataan dari para pemimpin kedua belah pihak menunjukkan bahwa konflik ini belum berakhir. Pemimpin Hezbollah, Sayyed Hassan Nasrallah, menyatakan bahwa serangan tersebut merupakan pembalasan yang direncanakan atas pembunuhan Fuad Shukr. Namun, Nasrallah juga menegaskan bahwa jika dampak dari serangan tersebut tidak memadai, Hezbollah berhak untuk merespons lagi di kemudian hari.
Di sisi lain, Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menyatakan bahwa Israel tidak menginginkan perang skala penuh, tetapi menegaskan bahwa mereka akan melakukan apa pun untuk membela negara mereka. Pernyataan ini menunjukkan bahwa Israel siap untuk melanjutkan serangan jika diperlukan.
Baca Juga: Pesepak Bola El Ghazi Sumbangkan Rp 8,6 Miliar Gajinya di Mainz untuk Anak-Anak Gaza Tanggapan Internasional
Konflik ini menarik perhatian internasional, terutama dari Amerika Serikat dan PBB. Presiden AS, Joe Biden, menyatakan dukungannya terhadap hak Israel untuk membela diri, sementara Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, mengungkapkan kekhawatirannya terhadap eskalasi ini dan menyerukan agar kedua belah pihak segera menghentikan permusuhan. Negara-negara di kawasan Timur Tengah, termasuk Mesir dan Yordania, juga memperingatkan tentang bahaya eskalasi lebih lanjut. Keterlibatan Amerika Serikat dalam menyediakan intelijen kepada Israel menunjukkan betapa seriusnya situasi ini, meskipun Amerika Serikat tidak secara langsung terlibat dalam serangan tersebut.
Editor: Handoyo .