Rokok krisis, pemerintah diminta longgarkan aturan



KONTAN.CO.ID - Industri rokok merupakan industri pada karya yang menjadi mata perncaharian banyak sekali warga masyarakat. Khusus sigaret kretek tangan (SKT) jumlah tenaga kerja sangat banyak dengan mayoritas kaum dengan berpendidikan rendah.

Oleh karena itu, pertumbuhan industri rokok akan sejalan dengan penyerapan tenaga kerjanya. Sudarto, Ketua Umum Pimpinan Pusat Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau, Makanan dan Minuman mengatakan bahwa kontribusi cukai rokok terhadap pendapatan negara sangat besar.

Bahkan setiap tahunnya meningkat, tetapi regulasi yang dihadirkan tidak mampu mengerek pertumbuhan industri rokok sehingga serapan tenaga kerjanya masih flat bahkan cenderung berkurang. "Industri rokok itu industri padat karya, banyak pekerja di industri rokok itu khususnya SKT itu hanya lulus SLTP. Harusnya industri ini bisa dikembangkan," ujarnya kepada KONTAN, Selasa (15/8). Menurutnya pemerintah tidak boleh hanya meningkatkan pendapatan cukai rokok saja, tanpa memikirkan nasib dan kesejahteraan buruh rokok. Saat ini, untuk menekan konsumsi masyarakat terhadap rokok, pemerintah melakukan beragam atiran salah satunya adalah mengenai peningkatan cukai rokok.


Padahal industri rokok perlu diperhatikan dengan mempertimbangkan faktor kesehatan, penyerapan tenaga kerja dan penerimaan negara. "Dalam situasi krisis di industri rokok saat ini, harusnya pemerintah menahan diri dari regulasi-regulasi yang memberatkan, termasuk soal cukai. Hitung yang benar-benar bijak dan cek juga kondisi buruh rokok, kan kalau industri kepepet mereka bisa ganti usaha, tetapi jalau buruh tidak kompetitif ya tidak bisa apa-apa," lanjutnya. Menurutnya, regulasi pemerintah tersebut memberatkan industri rokok. Hasilnya, buruh rokok terancam kehilangan pekerjaanya bila industri rokok terus tertekan. Apalagi rata-rata mereka berpendidikan rendah yang akan tergerus dengan angkatan kerja baru yang lulusan lebih tinggi.

Oleh karena itu, dirinya berharap pemerintah bijak dalam mengembangkan industri rokok tanpa mengabaikan aspek kesehatan, tenaga kerja dan penerimaan negara. "Contoh misalnya ada dana bagi hasil cukai yang ke daerah-daerah, itu tidak ada buat tenaga kerja. Ini kan transisi jadi dipersiapkan transisi pekerja andai industrinya lesu, jangan negara hanya memikirkan pemasukan saja," tutupnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dessy Rosalina