KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kemunculan vape atau rokok elektrik di tengah masyarakat kian populer, terutama bagi kalangan remaja atau perokok aktif. Meski digadang-gadang memiliki bentuk dan rasa yang beraneka ragam dari pada rokok konvensional, vape tetap bersifat adiktif nikotin. Disebutkan, vape mengandung bahan kimia yang digunakan sebagai penyedap, dan berpotensi merusak paru-paru.
Baca Juga: BI: Jakarta memiliki potensi menarik banyak jumlah wisman Baru-baru ini, pemuda 18 tahun dari Gurnee, Illinois, Amerika Serikat, Adam Hergenreder harus meringkuk di rumah sakit. Dia tak dapat bernapas tanpa bantuan aliran oksigen dari tabung. Adam diketahui menggunakan vape selama dua tahun. Berdasarkan hasil rontgen dari tim dokter yang menangani, Adam memiliki gambaran paru-paru seperti orang berusia 70 tahun. Ahli Paru dan Sekretaris Umum Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, dr Erlang Samoedro Sp.P FISR mengungkapkan bahwa ada baiknya vape tidak digunakan terlebih dulu sebelum adanya hasil penyelidikan dari Pemerintah AS.
"Sebaiknya tidak digunakan dulu vape ini, karena belum selesai penyelidikannya oleh Pemerintah AS dan mencegah lebih baik daripada mengobati," ujar Erlang saat dihubungi Kompas.com, Jumat (20/9).
Baca Juga: Bahaya, partikel polusi udara bisa menembus plasenta janin Kandungan berbahaya dan nikotin Adapun imbauan tersebut menilik dari kandungan dan bahaya yang diakibatkan dari vape. kadar nikotin pada vape jauh lebih tinggi daripada rokok konvensional. "Bahan berbahaya pada rokok vape lebih rendah dari rokok konvensional, tapi kadar nikotin lebih tinggi, bisa 10 kali lipat dari rokok konvensional," ujar Erlang.
Editor: Tendi Mahadi