Kecintaan pada budaya lokal membuat Romi Oktabirawa, pemilik Wirokuto Batik, jatuh hati pada dunia batik. Dengan sentuhan kreativitasnya, ia memproduksi produk batik pekalongan yang kini sudah terkenal hingga mancanegara. Lihat saja, Romi rutin ekspor batik ke Jepang dengan omzet ratusan juta rupiah per bulan.Bermula dari decak kagum melihat kekayaan budaya nasional membuat Romi Oktabirawa tertarik untuk terjun ke usaha yang berkaitan dengan seni membatik. Berkat kekaguman itu pula, Romi mampu jadi eksportir batik. Niat menceburkan diri dalam dunia batik itu terkabul setelah ia menyelesaikan studi ilmu syariah di Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir. Dengan modal Rp 6 juta, pada 1996, Romi mendirikan bengkel batik bersama tiga pembatik Pekalongan. Bengkel batik itu berdiri di tempat kelahirannya di Desa Wiradesa, Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah. Ia memberi nama bengkel itu Wirokuto, yang dalam bahasa Indonesia berarti wiro itu karya, dan kuto itu kota. Dengan begitu kata Wirokuto berarti batik bikinan orang kota. Pemberian nama sesuai dengan target pasar Romi, yakni para penyuka batik yang tinggal di kota-kota besar. Itulah sebabnya, Romi berusaha membuat batik dengan desain berbeda dari karya pembatik pada umumnya. Romi mengaku, salah satu kesuksesan dia berbisnis batik karena berani membuat terobosan desain yang berbeda itu. "Semangat to be different dalam berkreasi batik menjadi semangat saya," kata pria yang sudah biasa mendapat penghargaan itu.Pertama kali memproduksi, Romi hanya menggarap pasar Pekalongan saja. Tapi pada tahun 2000-an, Romi berhasil menembus pasar Jakarta. "Saat itulah saya bertemu Menteri Perdagangan dan mengajak saya memperkenalkan batik pekalongan," terang Romi.Ajakan dari Menteri Perdagangan itu membuat Romi menjadi sering keliling berbagai daerah guna memperkenalkan batik pekalongan. Dia juga sering menjadi pembicara seminar yang berkaitan dengan batik. "Jadinya, saya biasa bolak-balik Jakarta, Solo, dan Yogyakarta," katanyaKarena populer, Romi dipercaya Paguyuban Pecinta Batik Pekalongan sebagai ketua penyelenggara Festival Batik Pekalongan pada 2005. Dalam festival itulah Romi membuat terobosan baru. Ia bersama perajin batik dari Pekalongan berhasil memecahkan rekor dunia membatik terpanjang sejagat yang tercatat dalam The Guiness World of Record.Rekor itu pecah karena kurang dari sehari, ia bersama pembatik membatik kain sepanjang 1.147 meter. "Event itu dicatat dunia," kata pria kelahiran Pekalongan, 30 Oktober 1973 itu.Sejak itu nama Romi semakin melambung, tidak hanya di dalam negeri tapi juga di luar negeri. Undangan untuk memperkenalkan batik di luar negeri antre di meja kerjanya. Dari batik itu pula dia mendapat penghargaan berupa Seal of Excellence for Handicraft dari Unesco Asia Pasifik pada 2006 dan 2007. Tak hanya itu, tahun 2006 juga Romi membawa pulang penghargaan dari Asosiasi Promosi dan Pengembangan Kerajinan ASEAN (AHPADA). Di dalam negeri Romi menyabet penghargaan Kreasi Cipta Kriya Nusantara dari Dewan Kerajinan Nasional (Dekranas) pada 2006 juga. Kepopuleran Romi itu merembet ke bisnis batiknya. Pertemuannya dengan banyak orang membuat dia akrab dengan pembeli batik dari dalam dan luar negeri. Dari sekian banyak pembeli, yang paling berkesan baginya adalah pembeli batik dari Jepang.Peminat batik dari negeri Sakura itu mengajaknya belajar proses pewarnaan kimono di Jepang. Tidak menyia-nyiakan kesempatan itu, Romi berangkat ke Jepang dan belajar membubuhkan warna, motif, dan pola pada kimono. Selesai belajar, Romi kembali ke Pekalongan dan menerapkan keahliannya itu, yakni membatik pada kimono yang kemudian diekspor ke Jepang. Hingga kini Romi rutin ekspor 300 potong kimono batik per bulan. "Saya memang fokus ekspor ke Jepang karena di sana permintaan tinggi," kata Romi.Selain melayani pasar Jepang, Romi juga melayani pesanan batik di dalam negeri. Dalam sebulan Romi memproduksi 4.000 potong batik cap, dan 200 potong batik tulis. Jika harga sepotong batik dihargai Rp 100.000 saja, Romi tentu bisa mendulang omzet ratusan juta rupiah sebulan. (Bersambung)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Romi membawa batik pekalongan ke penjuru dunia (1)
Kecintaan pada budaya lokal membuat Romi Oktabirawa, pemilik Wirokuto Batik, jatuh hati pada dunia batik. Dengan sentuhan kreativitasnya, ia memproduksi produk batik pekalongan yang kini sudah terkenal hingga mancanegara. Lihat saja, Romi rutin ekspor batik ke Jepang dengan omzet ratusan juta rupiah per bulan.Bermula dari decak kagum melihat kekayaan budaya nasional membuat Romi Oktabirawa tertarik untuk terjun ke usaha yang berkaitan dengan seni membatik. Berkat kekaguman itu pula, Romi mampu jadi eksportir batik. Niat menceburkan diri dalam dunia batik itu terkabul setelah ia menyelesaikan studi ilmu syariah di Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir. Dengan modal Rp 6 juta, pada 1996, Romi mendirikan bengkel batik bersama tiga pembatik Pekalongan. Bengkel batik itu berdiri di tempat kelahirannya di Desa Wiradesa, Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah. Ia memberi nama bengkel itu Wirokuto, yang dalam bahasa Indonesia berarti wiro itu karya, dan kuto itu kota. Dengan begitu kata Wirokuto berarti batik bikinan orang kota. Pemberian nama sesuai dengan target pasar Romi, yakni para penyuka batik yang tinggal di kota-kota besar. Itulah sebabnya, Romi berusaha membuat batik dengan desain berbeda dari karya pembatik pada umumnya. Romi mengaku, salah satu kesuksesan dia berbisnis batik karena berani membuat terobosan desain yang berbeda itu. "Semangat to be different dalam berkreasi batik menjadi semangat saya," kata pria yang sudah biasa mendapat penghargaan itu.Pertama kali memproduksi, Romi hanya menggarap pasar Pekalongan saja. Tapi pada tahun 2000-an, Romi berhasil menembus pasar Jakarta. "Saat itulah saya bertemu Menteri Perdagangan dan mengajak saya memperkenalkan batik pekalongan," terang Romi.Ajakan dari Menteri Perdagangan itu membuat Romi menjadi sering keliling berbagai daerah guna memperkenalkan batik pekalongan. Dia juga sering menjadi pembicara seminar yang berkaitan dengan batik. "Jadinya, saya biasa bolak-balik Jakarta, Solo, dan Yogyakarta," katanyaKarena populer, Romi dipercaya Paguyuban Pecinta Batik Pekalongan sebagai ketua penyelenggara Festival Batik Pekalongan pada 2005. Dalam festival itulah Romi membuat terobosan baru. Ia bersama perajin batik dari Pekalongan berhasil memecahkan rekor dunia membatik terpanjang sejagat yang tercatat dalam The Guiness World of Record.Rekor itu pecah karena kurang dari sehari, ia bersama pembatik membatik kain sepanjang 1.147 meter. "Event itu dicatat dunia," kata pria kelahiran Pekalongan, 30 Oktober 1973 itu.Sejak itu nama Romi semakin melambung, tidak hanya di dalam negeri tapi juga di luar negeri. Undangan untuk memperkenalkan batik di luar negeri antre di meja kerjanya. Dari batik itu pula dia mendapat penghargaan berupa Seal of Excellence for Handicraft dari Unesco Asia Pasifik pada 2006 dan 2007. Tak hanya itu, tahun 2006 juga Romi membawa pulang penghargaan dari Asosiasi Promosi dan Pengembangan Kerajinan ASEAN (AHPADA). Di dalam negeri Romi menyabet penghargaan Kreasi Cipta Kriya Nusantara dari Dewan Kerajinan Nasional (Dekranas) pada 2006 juga. Kepopuleran Romi itu merembet ke bisnis batiknya. Pertemuannya dengan banyak orang membuat dia akrab dengan pembeli batik dari dalam dan luar negeri. Dari sekian banyak pembeli, yang paling berkesan baginya adalah pembeli batik dari Jepang.Peminat batik dari negeri Sakura itu mengajaknya belajar proses pewarnaan kimono di Jepang. Tidak menyia-nyiakan kesempatan itu, Romi berangkat ke Jepang dan belajar membubuhkan warna, motif, dan pola pada kimono. Selesai belajar, Romi kembali ke Pekalongan dan menerapkan keahliannya itu, yakni membatik pada kimono yang kemudian diekspor ke Jepang. Hingga kini Romi rutin ekspor 300 potong kimono batik per bulan. "Saya memang fokus ekspor ke Jepang karena di sana permintaan tinggi," kata Romi.Selain melayani pasar Jepang, Romi juga melayani pesanan batik di dalam negeri. Dalam sebulan Romi memproduksi 4.000 potong batik cap, dan 200 potong batik tulis. Jika harga sepotong batik dihargai Rp 100.000 saja, Romi tentu bisa mendulang omzet ratusan juta rupiah sebulan. (Bersambung)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News