Rony A. Suseno: Jatuh bangun investasi di saham



JAKARTA. Memiliki pengetahuan yang cukup sebelum memulai berinvestasi menjadi faktor penting. Sebab, hal itu akan mempengaruhi hasil dari investasi yang dijalankan. Pemikiran itulah yang Rony Agung Suseno, Direktur PT Hanson International Tbk (MYRX) percaya.

Pemahaman ini tidak datang begitu saja. Rony, yang juga menjabat sebagai Sekretaris Perusahaan di Hanson International itu harus melewati pengalaman pahit dari waktu ke waktu. Dari situ, ia bisa mendapat pelajaran yang sangat berharga. 

Pria asal Jakarta ini mulai mengenal dunia saham pada 1997. Waktu itu ia baru saja lulus kuliah dan mulai bekerja sebagai staf settlement saham dan fix income di sebuah perusahaan sekuritas. Sehari-hari selalu dekat dengan hal-hal yang berkaitan dengan saham, Rony tergoda untuk ikut menjajalnya. Dengan pengetahuan yang masih terbatas, ia pun nekad membeli sejumlah saham.


Rony masih ingat betul, kala itu ia membeli saham Bank Niaga, Plaza Bandung Indah (Bhuwanatala  Indah Permai) dan Astra International. Malang tak dapat ditolak, aksi coba-coba Rony berbuah pahit.

Krisis ekonomi yang menghantam Indonesia pada 1998, merontokkan bursa saham domestik. Harga saham bergerak turun sangat cepat. Aksi goreng-menggoreng saham pun marak.

Harga saham emiten-emiten yang Rony beli anjlok. Ia pun merugi besar. Harga saham Astra yang ia beli di harga Rp 1.000 per saham, terpangkas setengahnya. Harga saham Bank Niaga dan Plaza Bandung Indah terkoreksi hingga di bawah Rp 50 per saham. "Saya merugi hingga Rp 100 juta waktu itu," ujar Rony.

Belajar dari bos

Setelah merugi besar, Rony sempat kapok bermain saham. Apalagi, istrinya sempat menyalahkan Rony karena uang sebesar itu melayang begitu saja. "Saya dimarahi istri selama seminggu," kata dia seraya tertawa terkekeh. 

Selang beberapa tahun, karir Rony makin mapan. Pada 2007, ia mulai bekerja di perusahaan yang ia naungi saat ini. Di situ Rony bertemu dengan bos sekaligus mentornya bernama Sigit Budi Santoso. Rudy banyak belajar mengenai seluk beluk investasi dari bosnya itu.

Ia belajar melakukan trading short term, jangan melakukan cutt loss terlalu besar. Sementara, dalam berinvestasi long term, investor harus lebih dulu mengetahui bagaimana fundamental dan pengurus perusahaan itu. "Saya cukup lama belajar dengan bos saya itu," kata dia.

Setelah merasa cukup memiliki pengetahuan, ia mulai kembali menjajal pasar saham. Ia berinvestasi untuk jangka panjang dan trading jangka pendek. Investasi di saham sangat menarik baginya, lantaran menawarkan return tinggi, meski risikonya sepadan. 

Namun, karena kesibukannya yang cukup tinggi, Rony tidak memiliki waktu untuk memantau investasinya setiap saat. Ia memiliki sales yang siap memantau pergerakah saham di RTI setiap hari. Kondisi saham yang ia pegang selalu dilaporkan melalui telepon.

Pria berumur 42 tahun ini memegang sejumlah saham-saham di sektor batubara, investasi dan tekstil. Ia tidak menaruh semua aset pada satu atau sekelompok saham tertentu. Diversifikasi saham itu sangat penting. Karena jika satu saham jatuh, ia masih bisa mendapatkan cuan dari saham-saham lainnya. "Tetapi tetap tidak boleh ngawur memilih saham," kata dia.  

Dari hasil berinvestasi saham, Rony bisa membeli rumah dan memberangkatkan orang tua dan mertuanya menunaikan ibadah haji. Penggemar olahraga tenis ini juga berinvestasi di deposito, tabungan dan properti. Deposito dan tabungan untuk istri dan masa depan anak-anaknya. Sedangkan di properti, Rony membangun  beberapa rumah untuk dikontrakkan.                    

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Rizki Caturini