Rothschild menuding BUMI merepo saham BRMS



JAKARTA. Isu penyusutan kepemilikan PT Bumi Resources Tbk (BUMI) pada PT Bumi Resources Minerals Tbk (BRMS) sampai ke telinga Nat Rothschild. Kubu lawan Grup Bakrie di Bumi Plc itu mengatakan bahwa BUMI melakukan transaksi gadai saham alias repo terhadap BRMS.

Dalam keterangannya via email, Rothschild mendesak kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk menyelidiki kabar berkurangnya kepemilikan saham BUMI pada BRMS dari 87,09% menjadi 45%. Rothschild curiga seluruh transaksi yang dilakukan oleh grup Bakrie di BRMS dilakukan untuk menyuplai kebutuhan BUMI.

"Kami mendesak kepada OJK untuk menyelidiki hal ini dan kami juga akan memanggil Samin Tan, yang merupakan Presiden Komisaris BUMI, Presiden Direktur BRMS untuk memberikan kejelasan atas transaksi tersebut," tulis Rothschild.


Selain itu, lanjut Rothschild, pihaknya juga akan mendesak Samin Tan untuk menjawab beberapa pertanyaannya, seperti mengapa investor tidak diberitahu oleh Samin Tan mengenai transaksi tersebut. Selain itu ia juga mempertanyakan mengapa BUMI yang diawasi oleh Samin Tan menjual aset-aset pemegang saham begitu murah. 

Rothschild juga mencatat pemegang 12,8% saham BRMS yakni Long Haul Indonesia merupakan transaksi yang dirahasiakan. Menurut dia, investor tersebut adalah bagian dari jaringan Long Haul, perusahaan yang dikendalikan untuk kepentingan grup Bakrie.

Persoalan ini bermula dari laporan Biro Administrasi Efek Sinartama Gunita yang menyatakan, kepemilikan BUMI pada BRMS terus menurun sejak Agustus 2012. Per 16 Agustus 2012, kepemilikan BUMI pada BRMS susut menjadi 74,04% dan beberapa kali berubah. Selain itu, Long Haul juga mengantongi saham BRMS sebesar 14,83%.

Terakhir, per 22 Februari 2013, kepemilikan BUMI pada BRMS hanya 11,55 miliar lembar saham atau setara 45,19% saham BRMS. Sedangkan Long Haul memiliki 12,8% saham BRMS.

Anehnya, laporan keuangan BRMS per 30 September 2012, masih menyatakan BUMI memiliki 87,09% saham BRMS. Laporan itu juga tak mencatat nama Long Haul Indonesia sama sekali sebagai pemegang saham BRMS.

Namun BUMI sendiri sudah membantah berita penyusutan saham ini. BUMI berkata perusahaan mengacu pada laporan keuangan BRMS per September 2012.

Pengamat Pasar Modal Yanuar Rizky menduga ada dua kemungkinan yang menyebabkan perbedaan persentase saham pengendali BRMS. "Pertama adalah Bakrie melakukan pinjam-meminjam efek (securities lending and borrowing/SLB) yang membutuhkan likuditas ke perusahaan atau kustodian, khususnya ketika kondisi pasar sedang prospektif seperti saat ini," terang Yanuar saat dihubungi, Kamis (28/2).

Kemungkinan, BUMI meminjamkan efeknya ke bank kustodian yang membutuhkan saham BRMS. Namun Yanuar melihat, bisa jadi yang dibutuhkan bank kustodian itu tidak hanya saham BRMS, tetapi juga saham lainnya untuk aktivitas short selling

Maklum berdasarkan aturan Bapepam-LK, pihak yang akan melakukan short selling harus memiliki ketersediaan saham minimal 60% di dalam portofolio investasinya. Jika tidak bisa mendapatkan efek, pihak transaksi tersebut berpotensi terkena margin call dan denda 125% dari harga tertinggi efek itu. 

"Makanya dapat salah satu caranya adalah dengan meminjam efek terhadap pemegang saham mayoritas. Jika memang ini yang dilakukan, maka grup Bakrie sebagai pemegang saham mayoritas tidak terkena potensi default," tutur Yanuar.

Kemungkinan kedua, pihak Bakrie memang melakukan transaksi repo karena BUMI butuh likuiditas, atau untuk meningkatkan likuiditas perdagangan saham BRMS. Nah, untuk dapat membuktikan ini, investor harus menunggu sampai RUPS BUMI dan BRMS dilaksanakan.

"Jika memang dilakukan repo dan terjadi default maka sudah dipastikan di dalam laporan keuangannya akan terjadi perubahan kepemilikan," jelas dia. 

Analis PT Millenium Danatama Indonesia Asset Management, Desmon Silitonga sepakat dengan Yanuar. Bahkan Desmon melihat kebanyakan saham-saham Grup Bakrie memang direpokan untuk mendapatkan dana dan banyak pemain di pasar sudah mengetahui hal itu. "Tapi untuk menjelaskan hal itu kan butuh audit," terang Desmon, Jumat (1/3).

Sayangnya, kata Desmon, aturan mengenai transaksi repo belum berjalan. Dengan begitu, transaksi repo tidak pernah tercantum dalam laporan keuangan emiten yang melakukan repo. Padahal, jika auditnya objektif, seharusnya transaksi repo masuk dan tercatat dalam laporan keuangan. "Karena semua transaksi harus tercatat dalam laporan keuangan," ucapnya.

Jika memang perusahaan mencatatnya, transaksi itu akan masuk pos transaksi jual beli. Menurut Desmon, secara teori repo harus dicantumkan walau tidak dicantumkan secara detil. "Karena kalau dibuat detail, urusannya sama regulator nanti akan merepotkan dan tentu itu merugikan yang pihak perepo," ucap Desemon.

Serangan balasan Rothschild

Baik Yanuar maupun Desmond juga melihat bahwa surat Rothschild kali ini merupakan serangan balasan kepada Grup Bakrie. "Rothschild tentu akan memanfaatkan isu ini untuk membalas Grup Bakrie setelah kalah pada RUPSLB Bumi Plc sebelumnya. setelah kalah dalam RUPSLB Bumi Plc.

Sedangkan Yanuar melihat tuduhan Rothschild bahwa BUMI melakukan repo sebenarnya sarat konflik kepentingan terhadap RUPSLB BUMI plc pada April 2013 mendatang.

Ia juga melihat, Rothschild ingin mengetahui transaksi apa yang dilakukan Flaming Luck Investment Limited milik Hary Tanoesoedibjo ke Bumi Plc, melalui pembelian 3 juta lembar saham yang dilepas Recapital Group. "Namun Rothschild hanya berani menebar isu tanpa berani memberikan bukti-bukti yang kuat. Sepertinya dia (Rothschild) ingin provokasi Bakrie dengan menebar isu terkait repo," tambah dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: