JAKARTA. Rencana pemerintah mengerek royalti batubara kembali bergulir. Demi menggenjot penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sektor pertambangan mineral dan batubara (minerba), pemerintah kembali membuka opsi memberlakukan royalti 7% untuk batubara kalori rendah, 9% untuk batubara kalori menengah dan 13,5% untuk batubara kalori tinggi. Kabarnya, ketentuan itu bergulir mulai kuartal I-2015. Jika diberlakukan, kenaikan royalti ini bisa menambah beban emiten batubara. Yovie Priadi, Direktur PT ABM Investama Tbk (ABMM), menilai, kenaikan royalti berdampak terhadap kinerja ABMM. Maklum, saat ini harga batubara belum pulih. "Dengan harga batubara rendah, sangat sulit bagi kami untuk meng-absorb kenaikan royalti," ujar dia kepada KONTAN, Senin (16/2). Saat ini, ABMM melalui Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) sudah mengusulkan royalti ini berlaku jika harga batubara mencapai level tertentu. Besaran royalti juga harus dibedakan berdasarkan kualitas batubara yang diproduksi.
Royalti meredupkan emiten batubara
JAKARTA. Rencana pemerintah mengerek royalti batubara kembali bergulir. Demi menggenjot penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sektor pertambangan mineral dan batubara (minerba), pemerintah kembali membuka opsi memberlakukan royalti 7% untuk batubara kalori rendah, 9% untuk batubara kalori menengah dan 13,5% untuk batubara kalori tinggi. Kabarnya, ketentuan itu bergulir mulai kuartal I-2015. Jika diberlakukan, kenaikan royalti ini bisa menambah beban emiten batubara. Yovie Priadi, Direktur PT ABM Investama Tbk (ABMM), menilai, kenaikan royalti berdampak terhadap kinerja ABMM. Maklum, saat ini harga batubara belum pulih. "Dengan harga batubara rendah, sangat sulit bagi kami untuk meng-absorb kenaikan royalti," ujar dia kepada KONTAN, Senin (16/2). Saat ini, ABMM melalui Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) sudah mengusulkan royalti ini berlaku jika harga batubara mencapai level tertentu. Besaran royalti juga harus dibedakan berdasarkan kualitas batubara yang diproduksi.