KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kenaikan tarif royalti mineral dan batubara (minerba) dinilai bisa mendorong pertumbuhan tambang ilegal. Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) menilai beban yang semakin berat bagi perusahaan berpotensi membuat praktik tambang liar semakin marak. Sekretaris Umum APNI Meidy Katrin Lengkey mengatakan, kenaikan royalti yang dibarengi dengan berbagai kewajiban tambahan dapat membuat perusahaan kesulitan. “Terlalu banyak kewajiban, beban yang harus ditangguh oleh perusahaan. Bisa aja ada potensi akhirnya beberapa tambang-tambang ilegal semakin banyak lagi,” ujarnya kepada Kontan, Selasa (25/3).
Baca Juga: Penambang Nikel Kirim Surat Keberatan Kenaikan Royalti Minerba ke Presiden hingga DPR Meidy menuturkan, salah satu modus yang kerap digunakan dalam tambang ilegal adalah praktik penambangan koridor atau pelakor. Ini terjadi ketika pihak tertentu menambang di lahan yang tidak berizin tetapi tetap menggunakan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) yang sah. “Dokumen terbang itu adalah sewa-menyewa atau jual-beli RKAB,” ungkap Meidy. Baca Juga: Bahlil: Pemerintah Berencana Naikkan Royalti Emas dan Nikel 1,5-3% Dalam skema ini, para penambang ilegal tetap membayar royalti dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) melalui RKAB yang sah, tetapi menghindari berbagai kewajiban lain yang dibebankan kepada penambang resmi. Meidy menambahkan, APNI berharap agar pemerintah tidak hanya menaikkan beban bagi penambang legal, tetapi juga memastikan bahwa kebijakan ini tidak justru menciptakan celah bagi maraknya aktivitas tambang ilegal.